Malang dan Ingatan yang Tak Pernah Sembuh

- Editor

Selasa, 25 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

“Sejarah bukan sekadar catatan, tapi daftar panjang luka yang diwariskan.”

Pramoedya.id: Hari itu, di Malang, unjuk rasa kembali pecah. Aparat kembali beraksi, seperti sebuah orkestra yang sudah tahu betul nadanya: gebuk, ciduk, bungkam. Mahasiswa berjatuhan, jurnalis dipukul, paramedis tak luput dari represi. Semua terjadi atas nama “keamanan,” kata yang sering kali lebih berbahaya daripada ancaman itu sendiri.

Saya membaca berita itu dengan getir. Bukan sekadar karena empati, tetapi karena ini adalah deja vu. Tahun 2016, saya sendiri yang diciduk paksa, dipukul, dan diangkut ke Polresta Bandar Lampung. Malam itu, saya menginap, bukan karena kejahatan, tapi karena menyuarakan sesuatu yang tak ingin didengar penguasa. Saya mengira luka itu sudah sembuh, ternyata hanya tertidur. Malang membangunkannya lagi.

Malang, Kota yang Tak Pernah Belajar

Malang bukan sekadar tempat. Ia adalah monumen ingatan atas kekerasan negara yang tak kunjung diadili. Dua tahun lalu, stadion Kanjuruhan menjadi saksi kebengisan yang tak terlupakan: gas air mata ditembakkan membabi buta ke tribun, ratusan nyawa melayang, dan hingga kini, keadilan hanya sebatas ilusi.

Hari ini, kita melihat pola yang sama. Aparat masih tetap represif. Seolah-olah mereka tidak pernah mendengar nama-nama yang tewas di Kanjuruhan, seolah-olah tragedi itu hanya insiden kecil dalam buku pedoman mereka.

Mereka yang bertahan hidup dari malam Kanjuruhan masih membawa trauma. Yang hari ini dipukul di jalanan Malang, akan membawa ingatan itu seumur hidup. Dan kita tahu betul, negara ini tidak akan pernah meminta maaf.

Militerisasi dan Repetisi Kekerasan

Aksi ini menolak UU TNI yang baru disahkan Kamis lalu, sebuah kebijakan yang dianggap semakin meluaskan peran tentara dalam urusan sipil. Ironisnya, penolakan ini justru dijawab dengan kekerasan yang seolah membenarkan ketakutan para demonstran: bahwa demokrasi di negeri ini bukanlah hak, melainkan toleransi yang sewaktu-waktu bisa dicabut.

Kekerasan terhadap mahasiswa bukan fenomena baru. Namun, represivitas ini kini naik level—jurnalis dan paramedis pun jadi sasaran. Dulu, pers dianggap sebagai pilar demokrasi, kini ia adalah saksi yang harus dibungkam. Medis yang seharusnya netral, diperlakukan seolah musuh negara. Bahkan sebagian demonstran dikabarkan hilang kontak.

Negara yang Selalu Gagal Belajar

Reformasi 1998 menjanjikan demokrasi, tapi negara ini tampaknya selalu gagal belajar. Dari Semanggi, Trisakti, Kanjuruhan, hingga Malang, satu hal tetap sama: kekerasan sebagai jawaban tunggal atas perlawanan.

Saya menulis ini bukan hanya sebagai jurnalis, tapi sebagai seseorang yang pernah menjadi bagian dari massa aksi, yang pernah merasakan tangan aparat menghantam tubuh, yang pernah tahu bagaimana rasanya menjadi “ancaman” hanya karena bersuara.

Pertanyaannya, sampai kapan kita harus menerima ini? Sampai kapan daftar luka ini terus bertambah? Dan sampai kapan negara ini terus menambah musuh dari rakyatnya sendiri?

Kalau Malang tak cukup membuka mata, mungkin kita memang sudah buta.(*)

Berita Terkait

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra
Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat
Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang
Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama
Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025
Dengan Memaafkan Pembuat Meme, Bahlil Itu Visioner
Polisi Tangkap Bjorka di Dunia Tanpa Alamat?
RMD: Lampung Pride Bro

Berita Terkait

Selasa, 9 Desember 2025 - 16:33 WIB

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra

Minggu, 30 November 2025 - 20:46 WIB

Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat

Selasa, 25 November 2025 - 20:02 WIB

Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang

Minggu, 9 November 2025 - 21:17 WIB

Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama

Jumat, 31 Oktober 2025 - 11:14 WIB

Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025

Berita Terbaru

Lampung

Jembatan Way Kali Nurik Ambruk, BMBK Lampung Gercep Tangani

Kamis, 11 Des 2025 - 18:50 WIB

Lampung

BMBK Lampung Catat 52 Ruas Jalan Rampung Diperbaiki

Kamis, 11 Des 2025 - 18:48 WIB