Pramoedya.id: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bandar Lampung menyatakan dukungan terhadap kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung mendirikan Sekolah Siger. Ketua PMII Bandar Lampung, Dapid Novian Mastur, menilai program ini sebagai langkah progresif untuk mengatasi ketimpangan akses pendidikan.
“PMII melihat Sekolah Siger bukan sebagai proyek politik, tapi jawaban langsung atas ketimpangan akses pendidikan yang selama ini dibiarkan,” kata Dapid kepada Pramoedya.id, Selasa (16/7/2025).
Ia menyebut, program ini lahir dari kebutuhan riil masyarakat miskin yang kerap tersisih dari sistem zonasi. Sejak diumumkan, Sekolah Siger memang menuai polemik. Sejumlah kepala sekolah swasta memprotes kebijakan pemkot menggunakan fasilitas negara untuk sekolah non-negeri, menganggapnya menciptakan kompetisi tidak adil. Polemik soal kewenangan SMA di tingkat provinsi pun sempat mengemuka.
Padahal, Dapid menjelaskan, gagasan Sekolah Siger oleh Wali Kota Eva Dwiana lebih dahulu dirancang ketimbang program Sekolah Rakyat gagasan Presiden Prabowo Subianto. Program Sekolah Rakyat baru diumumkan pemerintah pusat awal Januari 2025 sebagai upaya menyediakan sekolah berasrama gratis bagi masyarakat miskin di daerah pinggiran. Sekolah Siger, sebaliknya, sudah dirancang Eva Dwiana sejak masa kampanye Pilkada Oktober 2024, dan mulai berjalan Juli 2025.
“PMII mencatat Bunda Eva Dwiana lebih dahulu memikirkan pelajar tidak mampu. Terlepas segala polemiknya, asal pemerintah fokus ke pendidikan untuk kaum miskin, PMII bakal mendukung,” lanjut Dapid.
Meski demikian, dukungan PMII bukan cek kosong. Dapid menekankan, mereka tetap memberikan catatan kritis, terutama terkait legalitas yayasan, transparansi pengelolaan, serta keterlibatan publik.
“Kami tidak ingin ini berakhir sebagai proyek dadakan yang tak punya keberlanjutan. Legalitasnya harus beres, guru-gurunya harus dibina, dan tata kelolanya harus terbuka,” ujarnya.
PMII berharap Sekolah Siger bisa berkembang menjadi model pendidikan alternatif yang berpihak pada keadilan sosial. Bagi Dapid, inisiatif ini harus dijaga dari jebakan proyek pencitraan atau pendekatan tambal sulam.
“Kalau ini dikawal serius, Siger bisa jadi model nasional. Ini bukan proyek charity, tapi simbol perlawanan terhadap eksklusi sistemik dalam pendidikan,” pungkasnya.
Diketahui, Sekolah Siger adalah sekolah jenjang SMA yang digagas Pemkot Bandar Lampung melalui Yayasan Siger Prakarsa Bunda. Program ini menyasar siswa dari keluarga tidak mampu yang tidak diterima di SMA negeri. Tanpa biaya SPP, uang komite, atau seragam, sekolah ini dibuka di empat lokasi bekas gedung SMP negeri. (*)