“Witing tresno jalaran soko kulino.” Penulis tidak yakin apakah penulisannya benar. Maklum, kalimat di atas bukan bagian dari bahasa keseharian penulis. Meskipun penulis seorang Jawa, penulis lebih dekat dengan dialek ngapak yang kental dengan qalqalah saat berbicara.
Selain itu, penulis lahir dan besar di Lampung, sebuah wilayah di ujung Sumatera yang menjadi daerah transmigrasi sejak masa kolonial. Dengan keberagaman suku di sana, bahasa yang paling sering digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa Indonesia. Akibatnya, penulis tidak fasih berbahasa Jawa maupun bahasa Lampung.
Kembali pada ungkapan awal tulisan ini. “Witing tresno jalaran soko kulino” adalah pepatah dalam bahasa Jawa yang berarti “cinta tumbuh karena terbiasa.” Jika ditelaah, maknanya cukup jelas: cinta bisa muncul karena kebiasaan—terbiasa bertemu, terbiasa bersama, dan terbiasa berbagi momen, baik yang serius maupun penuh canda.
Pada awalnya, mungkin rasa itu belum ada. Namun, seiring waktu, karena sering berbagi cerita, ghibah bareng, atau sekadar menertawakan hal-hal kecil dalam hidup, benih-benih perasaan itu bisa saja tumbuh. Bahkan, terkadang di luar dugaan, kita bisa mencintai seseorang yang sama sekali tidak sesuai dengan kriteria awal kita.
Meski berasal dari bahasa Jawa, ungkapan ini bersifat universal. Cinta tidak mengenal batas ras, suku, agama, atau status sosial. Pertemuan yang disengaja atau tidak, tetap bisa memantik rasa suka. Hal itu sangat mungkin terjadi.
Bagi pembaca yang masih sendiri, mungkin bisa mencoba sering bertemu dengan seseorang yang kalian sukai. Siapa tahu, perasaan itu akhirnya tumbuh. Meski begitu, penulis tidak berani menjamin.
Sebaliknya, bagi yang memiliki kriteria ketat dalam memilih pasangan, berhati-hatilah. Jangan terlalu sering bertemu dengan orang di luar kriteria Anda—bisa jadi perasaan Anda berubah tanpa disadari.
Penulis tegaskan, tulisan ini tidak mewakili siapa pun atau ditujukan kepada orang tertentu. Ini hanyalah refleksi dari kisah dan pengalaman manusia yang penulis kenal. Jika ada kesamaan dengan realitas yang Anda alami, anggap saja ini sebagai bahan perenungan.
“Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa.” — Sujiwo Tejo.
Beruntunglah mereka yang mencintai seseorang, dan orang itu pula yang menjadi pendamping hidupnya.(*)