Pramoedya.id: “Lampung mah keras, banyak begalnya.”
Kalimat itu seperti kaset lama yang terus diputar. Dari obrolan warung kopi sampai percakapan anak rantau, Lampung kerap dipersempit hanya jadi daerah kriminal. Stigma itu membuat banyak orang menunda rencana liburan, bahkan investor pun enggan menoleh.
Tapi Lampung bukan hanya cerita tentang begal. Pada 1 September 2025, wajah lain Lampung muncul di jalanan. Ribuan mahasiswa memenuhi depan DPRD. Mereka melawan dengan orasi, poster satir, dan energi muda yang tersalurkan damai. Tak ada batu beterbangan, tak ada ban terbakar. Gubernur Rahmat Mirzani Djausal dan Ketua DPRD Ahmad Giri yang datang langsung menemui massa pun disambut tanpa kegaduhan.
Bandingkan dengan Jakarta yang dihantui si jago merah serta penjarahan disana-sini, Makassar yang pernah membakar gedung DPRD, atau Bandung dan Jogja yang punya catatan bentrok. Lampung, daerah yang dicap “keras”, justru tampil paling tenang.
Falsafah yang Hidup di Jalanan
Mari mengingat bahwa orang Lampung punya falsafah Nemui Nyimah alias ramah, terbuka, menghormati tamu. Aksi 1 September membuktikan bahwa falsafah itu bukan sekadar semboyan, tapi benar-benar hidup. Jalanan yang biasa diasosiasikan dengan kerusuhan, justru menjadi ruang demokrasi yang damai. Inilah pesan sederhana yang seharusnya sampai bahwa Lampung tidak sekeras label yang ditempelkan. Lampung bisa ramah, terbuka, dan matang.
Pesan itu makin kuat ketika Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Lampung, Boby Irawan, yang Nampak sumringah ketika memantau aksi yang diikuti oleh ribuan orang dari berbagai elemen. Wajar ia sumringah sebab dari situ terlintas dipikirannya bahwa Lampung sedang menuju Provinsi wisata yang ramah pelacong dan investor.
Jika data di atas kertas rata-rata pelancong yang ke Lampung hanya menginap di hotel sepanjang 1 hingga 1 setengah hari. Ke depan dengan warna baru ini, Lampung dapat mendulang perekonomian lewat hotel lantaran pelancong tak “takut” untuk menginap berminggu-minggu.
Mari Berwisata dan Berinvestasi
Jika urusan politik saja bisa dihadapi dengan kepala dingin, apalagi urusan pariwisata. Data Dinas Pariwisata mencatat kunjungan wisata ke Lampung pada 2024 menembus 12 juta orang, naik 15 persen dari tahun sebelumnya. Jalan tol Trans-Sumatera membuat Lampung makin dekat dengan Jakarta,cukup lima jam perjalanan, sudah bisa menyeberang ke Pahawang atau menikmati Teluk Kiluan. Selain kedua estinasi tersebut masih banyak destinasi wisata Lampung yang asik untuk di nikmati. Karena Provinsi balinya Pulau Sumatera. Dengan damainya demonstrasi tadi. Maka Lampung bukan lagi nama yang membuat orang ragu. Ia bisa jadi destinasi yang aman, menyenangkan, dan penuh kejutan. Tak salah jika gwaa bilang sudah saatnya menjelajahi Lampung.
Mengganti Kaset Lama
Mungkin sudah waktunya kita berhenti memutar kaset lama tentang begal. Narasi itu usang, dan tidak adil. Saatnya menyetel lagu baru berupa Lampung, tanah damai yang ramah bagi pelancong, layak dipercaya bagi investor, dan pantas jadi rumah bagi siapa saja. Sudah saatnya ke Lampung. (*)