Sukatani dan Harga Sebuah Kritik: Bayar, Bayar, Bungkam

- Editor

Jumat, 21 Februari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Mau bikin SIM, bayar polisi

ketilang di jalan, bayar polisi

touring motor gede, bayar polisi

angkot mau ngetem, bayar polisi

aduh, aduh, ku tak punya uang
untuk bisa bayar polisi

 

Sebagian lirik dari grup band bernama Sukatani asal Purbalingga yang karyanya telah ‘lenyap’ di YouTube dan Spotify. Sukatani yang biasa tampil menggunakan penutup wajah, muncul ke publik dengan permintaan maaf atas lagu tersebut.

“Bayar bayar bayar” merupakan track kedua dari album Gelap Gempita, liriknya memuat kritik atas kinerja kepolisian di berbagai sektor yang barangkali sudah jadi rahasia umum. Karena lirik yang mewakili keresahan banyak orang, lagu ini diputar di aksi “Kamisan” dan unjuk rasa #IndonesiaGelap, langsung di depan aparat kepolisian.

Sang gitaris, Alectroguy, menyebut bahwa permintaan maaf tersebut dibuat tanpa paksaan. Bahkan ia mengimbau agar masyarakat menghapus lagu tersebut apabila telah tersimpan di playlist pribadi. Netizen yang tak percaya akan hal itu, tentu langsung membanjiri kolom komentar dengan dukungan untuk Sukatani di setiap platform digital.

Listyo Sigit Prabowo selaku Kapolri, menyebut bahwa lembaga yang ia pimpin tak anti kritik. Ia juga membantah tudingan bahwa ada intimidasi ke Band Sukatani.

Terus terang saya pribadi skeptis, terlalu banyak hal kontraproduktif dalam kekisruhan dan pembredelan Sukatani. Bagaimana mungkin Grup Band yang dikenal menyembunyikan identitasnya ketika tampil, tiba-tiba muncul ke publik untuk meminta maaf?

Kasus Sukatani ini jadi cerminan dinamika klasik antara ekspresi seni, kritik sosial, dan respons institusi kekuasaan. Musik sebagai medium perlawanan bukan hal baru, dari Iwan Fals di era Orde Baru hingga Efek Rumah Kaca di masa kini. Namun, pembungkaman suara kritis dengan cara yang “halus”—melalui tekanan sosial atau ekonomi—sering kali lebih sulit dilacak daripada represi terang-terangan.

Sekarang Sukatani, besok? Masyarakat silakan menilai.(*)

Lanjutan lirik:

mau bikin gigs, bayar polisi
lapor barang hilang, bayar polisi
masuk ke penjara, bayar polisi
keluar penjara, bayar polisi
aduh, aduh, ku tak punya uang
untuk bisa bayar polisi

mau korupsi, bayar polisi
mau gusur rumah, bayar polisi
mau babat hutan, bayar polisi
mau jadi polisi, bayar polisi
aduh, aduh, ku tak punya uang
untuk bisa bayar polisi

Berita Terkait

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra
Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat
Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang
Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama
Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025
Dengan Memaafkan Pembuat Meme, Bahlil Itu Visioner
Polisi Tangkap Bjorka di Dunia Tanpa Alamat?
RMD: Lampung Pride Bro

Berita Terkait

Selasa, 9 Desember 2025 - 16:33 WIB

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra

Minggu, 30 November 2025 - 20:46 WIB

Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat

Selasa, 25 November 2025 - 20:02 WIB

Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang

Minggu, 9 November 2025 - 21:17 WIB

Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama

Jumat, 31 Oktober 2025 - 11:14 WIB

Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025

Berita Terbaru

Lampung

Jembatan Way Kali Nurik Ambruk, BMBK Lampung Gercep Tangani

Kamis, 11 Des 2025 - 18:50 WIB

Lampung

BMBK Lampung Catat 52 Ruas Jalan Rampung Diperbaiki

Kamis, 11 Des 2025 - 18:48 WIB