Pramoedya.id: Banjir yang terus melanda Kota Bandar Lampung memantik kritik dari Presiden Mahasiswa Universitas Malahayati, Muhammad Kamal.
Menurutnya, bencana ini bukan sekadar fenomena alam, melainkan akibat kelalaian pemerintah dalam mengelola tata ruang dan sistem drainase.
Ia menilai, setiap tahun masalah yang sama terjadi, tetapi solusi konkret dari pemerintah tak kunjung terlihat.
“Banjir ini bukan hanya soal curah hujan tinggi, tapi karena kelalaian pemerintah dalam mengelola tata ruang dan drainase. Masyarakat terus menjadi korban, sementara pemerintah terlihat tak punya solusi konkret,” kata dia melalui pernyataan persnya, Jumat (28/9/2025).
Kamal menyoroti buruknya sistem drainase di kota ini. Banyak titik rawan banjir yang tidak pernah diperbaiki secara serius, menyebabkan genangan air cepat meluas saat hujan deras.
Selain itu, alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman dan komersial yang dilakukan tanpa perencanaan matang semakin memperparah kondisi lingkungan.
Sungai dan selokan yang dipenuhi sedimentasi serta sampah pun tidak mendapat perhatian, membuat aliran air tersumbat dan mempercepat terjadinya banjir.
Pemerintah Kota Bandar Lampung, kata Kamal, seharusnya bertanggung jawab dalam mengantisipasi dan menangani masalah ini, bukan membiarkan masyarakat terus mengalami kerugian. Ia menilai, respons pemerintah selama ini hanya bersifat reaktif, bukan preventif.
“Saat banjir datang, baru ada gerakan pembersihan dan bantuan, tetapi setelah itu semuanya kembali seperti biasa tanpa ada langkah serius untuk mencegah kejadian serupa,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mendesak pemerintah segera melakukan audit menyeluruh terhadap sistem drainase kota dan memastikan ada anggaran yang cukup untuk memperbaikinya.
Kemudian meminta pemerintah menghentikan proyek pembangunan yang merusak lingkungan, terutama yang mengorbankan daerah resapan air.
Menurutnya, kebijakan tata kota harus lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga tidak hanya menguntungkan segelintir pihak tetapi juga memperhitungkan dampaknya bagi warga.
Selain itu, ia juga mendesak agar ada tindakan tegas terhadap oknum yang memberikan izin pembangunan ilegal yang semakin memperburuk kondisi banjir.
Jika pemerintah tetap acuh dan tidak segera mengambil langkah nyata, sambungnya, maka mahasiswa akan turun ke jalan. Demonstrasi besar-besaran di Kantor Wali Kota dan DPRD akan menjadi opsi, sebagai bentuk tekanan agar pemerintah bertindak.
Termasuk bakal menggencarkan kampanye di media sosial, petisi publik, serta mendesak transparansi dalam penggunaan anggaran penanganan banjir.
“Agenda terdekat kami sementara ini membantu korban banjir, sembari memantau wujud solusi yang dilakukan Pemkot Balam. Ketika tidak muncul solusi, Maka kami akan demo besar-besaran untuk menurunkan Eva Dwiana,” tutupnya. (Rilis)