Satu demi satu praktik feodal modern korporat di Karang Indah Mall (KIM) Bandar Lampung muncul ke permukaan. Di balik kemilau pusat perbelanjaan yang beroperasi selama 24 jam nonstop itu, ada cerita-cerita buram yang menyeret nama penting seperti Hartarto Lojaya. Mantan Anggota DPRD Provinsi Lampung itu, diketahui sebagai pemilik KIM dan Mall Kartini.
Pramoedya.id: Pasca kasus penahanan ijazah mantan karyawan KIM mencuat, banyak eks karyawan Mall Kartini bercerita hal serupa melalui DM Instagram. Sejak 2018 puluhan ijazah milik eks karyawan Mall Kartini disandera dengan dalih biaya tebus yang tak jelas dasar hukumnya.
Ijazah Disandera, Gaji Tak Dibayar
Praktik penahanan ijazah ini bukan isapan jempol. Sejumlah mantan karyawan KIM dan Mall Kartini mengaku diminta menebus ijazah sebesar Rp500 ribu per bulan masa kerja, setelah mereka memutuskan resign. Salah satu korban bahkan menyebut total tebusan mencapai Rp4.500.000 untuk sembilan bulan kerja. Yang lebih ironis, gaji bulan terakhirnya justru belum dibayarkan.
LBH Ansor Lampung, yang kini menjadi pendamping hukum para korban, telah melaporkan KIM ke Polda Lampung dengan Nomor LP/B/427/VI/2025/SPKT/POLDA LAMPUNG. Dalam laporan itu, KIM dituduh melanggar hak dasar pekerja dan diduga melakukan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, yang menyatakan bahwa “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang yang bukan miliknya” dapat diancam hukuman pidana hingga 4 tahun.
Lebih dari itu, tindakan ini juga bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025, yang menegaskan bahwa penahanan ijazah oleh perusahaan adalah tindakan ilegal dan melanggar hak asasi manusia.
Skema Tebusan Ala-ala
Dari penelusuran Pramoedya.id, praktik ini tidak berdiri sendiri. Sejumlah mantan karyawan menduga adanya “kesepakatan internal” yang dijalankan secara informal. Tidak ada perjanjian tertulis terkait penalti ataupun biaya pengambilan ijazah dalam kontrak kerja. Namun, ketika mereka ingin mengambil dokumen tersebut, pihak manajemen langsung mengutip nominal tebusan.
Pasca mencuat ke publik, sebagian ijazah memang telah dikembalikan, terutama milik mereka yang tidak dikuasakan ke LBH Ansor. Namun, kabarnya, pengembalian itu dilakukan dengan syarat gaji yang belum dibayar dianggap hangus.
Produk Tanpa Logo Hal dan BPOM Tempelan
Tidak cukup sampai di situ, dugaan pelanggaran lain ditemukan di sektor perdagangan. Investigasi lapangan Pramoedya.id menemukan sejumlah produk di tenant KIM yang tidak memiliki label resmi BPOM dan label halal, sebagaimana diatur dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PP No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Lebih parah, beberapa produk bahkan menggunakan logo BPOM yang diduga palsu yang ditempel manual. Ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap Pasal 197 UU Kesehatan No.36 Tahun 2009, yang mengatur bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan tanpa izin edar dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Upah di Bawah UMR
Masalah lain menyangkut pengupahan. Dari keterangan sejumlah karyawan dan mantan pekerja, gaji yang mereka terima berkisar antara Rp1,9 juta hingga Rp2,4 juta per bulan, jauh di bawah UMR Kota Bandar Lampung tahun 2025 yang sebesar Rp2.903.289 (berdasarkan Keputusan Gubernur Lampung No. G/643/V.08/HK/2024).
Praktik ini melanggar UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mewajibkan pengusaha membayar upah minimum sesuai ketetapan daerah. Jika terbukti melakukan pembayaran di bawah UMR, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif, denda, hingga pencabutan izin usaha.
Saksi Mulai Diperiksa, Bola Panas di Polresta
Saat ini, proses hukum tengah berjalan di Polresta Bandar Lampung. Pihak pelapor telah dimintai keterangan sebagai saksi. LBH Ansor menyatakan pihaknya akan mengawal kasus ini hingga ke meja hijau. Sebab, persoalan ini tidak hanya menyangkut hak-hak individu, tetapi menyentuh jantung sistem ketenagakerjaan dan perlindungan konsumen di Lampung.
Memutus Rantai Praktik Feodal Modern
Apa yang terjadi di Karang Indah Mall hanyalah potret kecil dari mentalitas feodal yang masih hidup dalam dunia kerja modern. Ijazah yang disandera, gaji yang tak dibayar, produk yang ‘dipertanyakan’ dijual bebas, dan upah di bawah standar, semua hanyalah bentuk kekerasan struktural yang terang-terangan. Jika hukum tak ditegakkan, maka publik akan terus menjadi korban dari skema-skema yang melanggengkan ketimpangan dan ketidakadilan.
Catatan: Pramoedya.id telah menghubungi Direktur Legal KIM. Hingga tulisan ini diterbitkan, pihak KIM masih belum memberikan tanggapan atas masalah yang kini mencuat ke publik.(*)