Desa Wisata Lampung di Persimpangan Potensi dan Tantangan

- Editor

Senin, 2 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi

Ilustrasi

Pembangunan ekonomi Indonesia tak bisa hanya berpusat di kota. Harus dimulai dari desa. Itulah yang ditegaskan dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, yang menekankan pentingnya mengembangkan desa agar masyarakatnya lebih sejahtera lewat pemenuhan kebutuhan dasar dan pengembangan potensi lokal.

Pramoedya.id: Beberapa tahun terakhir, pariwisata desa jadi salah satu harapan besar. Pemerintah lewat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif rutin menggelar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI), untuk memberi panggung bagi desa-desa yang mampu menyulap kekayaan alam dan budaya jadi destinasi wisata. Di 2024, lebih dari 1.400 desa ikut serta. Dari Lampung, muncul nama-nama seperti Desa Kelawi, Pulau Pahawang, dan Way Kalam.

Ini tentu membanggakan. Tapi setelah euforia itu selesai, muncul pertanyaan yang lebih penting: apakah desa-desa itu benar-benar berubah? Apakah warga yang tinggal di sana ikut sejahtera? Atau semua ini hanya jadi ajang pamer sebentar, lalu kembali sepi? Mari kita ulas.

Lampung sebenarnya punya semua bahan untuk sukses dari laut, gunung, budaya, dan posisi yang strategis sebagai gerbang utama Sumatera.

Tapi potensi ini belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat desa. Banyak desa wisata memang ramai pengunjung, tapi yang mendapat keuntungan besar justru agen dan pelaku usaha dari luar. Warga lokal hanya kebagian peran minor: menyewakan pelampung, berjualan makanan ringan, atau memarkirkan motor.

Ambil contoh Pulau Pahawang. Surga bawah laut ini sering jadi destinasi favorit wisatawan dari Jakarta dan sekitarnya. Tapi mayoritas keuntungan justru diambil oleh agen wisata dari luar. Warga setempat masih berkutat dengan peran-peran pinggiran, tanpa akses ke modal, pelatihan berkelanjutan, atau kesempatan mengelola usaha sendiri.

Hal serupa terjadi di Desa Kelawi. Desa ini sempat jadi sorotan karena menggunakan sistem digital untuk pemesanan wisata. Tapi di balik layar, kapasitas kelembagaan masih lemah. Pelatihan tidak berkelanjutan, manajemen usaha warga belum rapi, dan BUMDes belum bergerak optimal. Inovasi digital akhirnya hanya jadi etalase, bukan alat penggerak ekonomi nyata.

Padahal menurut BPS Lampung 2023, sektor pariwisata baru menyumbang sekitar 5,4 persen dari PDRB Lampung. Masih kecil jika dibandingkan dengan potensi luar biasa yang ada.

Memang tantangan membangun desa wisata jauh lebih kompleks dari sekadar membuat tempat terlihat menarik. Akses internet masih jadi masalah besar, banyak desa wisata bahkan belum mendapat sinyal yang layak. Bagaimana bisa promosi digital dilakukan, kalau buka WhatsApp saja susah? Tanpa konektivitas yang merata, potensi wisata akan terus tertahan.

Masalah lainnya berupa infrastruktur dasar. Masih banyak desa wisata di Lampung yang jalannya rusak, air bersih terbatas, dan fasilitas umum seperti toilet atau tempat istirahat wisatawan belum layak. Wisatawan mungkin datang, tapi ogah kembali. Akhirnya, dampak ekonomi pun tidak bertahan lama.

Di sisi lain, sumber daya manusia juga jadi tantangan besar. Banyak warga belum terbiasa melayani wisatawan, belum terlatih mengelola usaha, atau bahkan belum melek soal literasi digital. Generasi muda desa, yang mestinya jadi tulang punggung inovasi, malah banyak yang pergi ke kota. Bukan karena tak cinta kampung, tapi karena merasa tak ada masa depan di tanah sendiri.

Yang paling menyedihkan, pola pembangunan desa wisata masih terlalu proyek-sentris. Saat ada lomba atau kunjungan pejabat, desa disulap jadi cantik. Tapi setelah itu, semuanya kembali seperti semula. Tak ada kesinambungan, tak ada pendampingan jangka panjang, dan desa pun harus berjalan sendiri dengan segala keterbatasannya.

Jika berkaca dari ekonom peraih Nobel, Amartya Sen, yang menyatakan bahwa pembangunan adalah soal memperluas kapabilitas, kemampuan dan peluang seseorang untuk menjalani hidup yang ia pilih.

Maka dalam konteks desa wisata, itu berarti membangun kapasitas warga: agar bisa mengelola, mencipta, dan berdaulat atas potensi desanya sendiri.

Karena Desa wisata yang ideal itu bukan hanya panggung Instagram semata. Ia seharusnya jadi mesin ekonomi jangka panjang. Tempat di mana dapur warga tetap mengepul, anak-anak tetap sekolah, dan generasi muda yakin kampungnya bisa jadi masa depan.

Dan terlepas dari semua tantangan, kita semua tetap punya peran. Sebagai warga Lampung, kita nggak bisa terus menunggu atau sekadar menonton. Kadang perubahan besar dimulai dari hal kecil yang bisa kita lakukan sekarang juga.

Mulailah dari yang sederhana. Jalan-jalan ke desa wisata, ambil foto, rekam video, lalu unggah ke media sosial. Ceritakan keindahan kampung-kampung di Lampung dengan cara kita sendiri. Tunjukkan bahwa daerah ini layak dikenal lebih luas.

Karena selemah-lemahnya iman dalam membangun pariwisata adalah dengan ikut mempromosikannya. Terdengar sepele, tapi satu unggahan bisa memantik rasa penasaran, membuka kunjungan, bahkan menghadirkan peluang ekonomi baru bagi warga desa.

Jadi, mari kita dukung desa-desa kita. Bukan karena disuruh, tapi karena kita cinta. Supaya nanti, saat desa itu berkembang, kita bisa bilang: “Gwaa ikut andil, meski dari hal kecil.” (*)

Berita Terkait

Uang Komite Sudah Dihapus, Tapi Dosa Lama Jangan Dikubur
Koperasi Merah Putih: Saat Koperasi Tak Lagi Milik Rakyat?
Cara Ikhlas Menjadi Miskin: Panduan Spiritual untuk Rakyat Biasa
Jejak Dalang di Tambang Ilegal Perbukitan Sukabumi
Eva Dwiana dan Politik Kambing Hitam di Tengah Genangan
Buying Time: Wacana Kontras Pemprov Lampung
Hari Buruh dan Kenyataan Pahit Dunia Kerja
Korban Nyata dan Tindakan Klise Pelindo

Berita Terkait

Selasa, 10 Juni 2025 - 12:59 WIB

Uang Komite Sudah Dihapus, Tapi Dosa Lama Jangan Dikubur

Selasa, 10 Juni 2025 - 05:23 WIB

Koperasi Merah Putih: Saat Koperasi Tak Lagi Milik Rakyat?

Senin, 2 Juni 2025 - 17:19 WIB

Desa Wisata Lampung di Persimpangan Potensi dan Tantangan

Minggu, 1 Juni 2025 - 19:43 WIB

Cara Ikhlas Menjadi Miskin: Panduan Spiritual untuk Rakyat Biasa

Minggu, 18 Mei 2025 - 20:50 WIB

Jejak Dalang di Tambang Ilegal Perbukitan Sukabumi

Berita Terbaru

Sumber| Fimela (ilustrasi)

Hukum dan Kriminal

Kacau! Mantri di Pringsewu Potong Pucuk Alat Kelamin Anak Saat Khitan

Minggu, 15 Jun 2025 - 18:21 WIB

Politik dan Pemerintahan

Edi Irawan Hibahkan Kantor Demokrat Lampung ke DPP

Minggu, 15 Jun 2025 - 17:19 WIB

LBH Dharma Loka Nusantara Desak Pemda Buat Perda Turunan UU TPKS

Hukum dan Kriminal

LBH Dharma Loka Nusantara Desak Pemda Buat Perda Turunan UU TPKS

Minggu, 15 Jun 2025 - 17:05 WIB