Pramoedya.id: Di tengah hiruk-pikuk organisasi mahasiswa yang ramai mengangkat isu-isu besar, dari demonstrasi menuntut kebijakan hingga aksi sosial yang viral di media sosial, organisasi mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Ormawa FDIK) UIN Raden Intan Lampung memilih jalur yang sedikit berbeda. Mereka memilih isu yang lebih senyap, lebih sunyi, dan dianggap tidak “sexy”: literasi.
Melalui Culture Literary Festival 2025, seluruh Ormawa FDIK berkolaborasi menggelar serangkaian kegiatan literasi selama tiga hari penuh. Rangkaian acara tersebut berupa bedah buku, talk show bersama tokoh nasional, hingga workshop jurnalistik. Semua dikemas dengan semangat berbagi, bukan menggurui.

“Bukan sekadar seremonial, ini adalah pernyataan sikap,” kata Muhammad Syahrul, Ketua Dema FDIK, ketika diwawancarai pada Kamis (17/4/2025).
Menurutnya, isu literasi terlalu sering diabaikan dalam dunia aktivisme kampus. Padahal, justru dari sanalah banyak persoalan bangsa bisa mulai diselesaikan.
“Kita bicara soal pendidikan, ekonomi, bahkan moral bangsa—semuanya bertumpu pada kemampuan literasi. Kalau ini diabaikan, ya selesai,” sambungnya.
Bagi Syahrul dan rekan-rekan ormawa lainnya, literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi cara berpikir, membangun karakter, dan mengolah perasaan. Dan sebagai mahasiswa FDIK, literasi menjadi denyut utama dari keilmuan yang mereka pelajari setiap hari. Dari dakwah, komunikasi, jurnalistik, semuanya menuntut kemampuan menyampaikan ide secara cerdas dan beretika.
Ketua SEMA FDIK, Mirawaty Dewi, juga menyampaikan apresiasi atas kerja kolaboratif seluruh elemen mahasiswa dalam menyukseskan festival ini. Ia menilai kegiatan seperti ini tidak hanya memperkuat budaya akademik, tapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa perubahan bisa dimulai dari hal-hal yang tampak kecil.
“Kita ingin menunjukkan bahwa ormawa tidak melulu soal aksi dan reaksi. Kami juga bisa merancang gerakan yang edukatif, substantif, dan berdampak langsung bagi mahasiswa maupun masyarakat. Festival ini jadi bukti konkret bahwa literasi adalah medan perjuangan yang layak diperjuangkan,” tambah Mira.
Tak hanya menyasar mahasiswa, Culture Literary Festival 2025 juga melibatkan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan. Anak-anak muda ini diajak terjun langsung ke dalam dunia literasi yang menyenangkan seperti lomba menulis, bedah buku, bahkan merasakan pengalaman simulatif menjadi seorang jurnalis.
Salah satu sesi paling menarik perhatian adalah pelatihan jurnalistik yang dipandu langsung oleh Ganjar Jationo, Staf Ahli Gubernur Lampung, yang juga pernah berkarier sebagai wartawan Radar Cirebon. Ia membimbing peserta dalam simulasi wawancara, lalu meminta mereka menuliskan hasil liputannya. Antusiasme peserta begitu tinggi, bahkan beberapa mengaku mulai tertarik menekuni dunia jurnalistik setelah sesi itu.
“Baru tahu ya, ternyata kerja wartawan itu butuh nyali dan logika,” ucap Ganjar sembari tersenyum.
Dukungan terhadap acara ini pun datang dari berbagai pihak. Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, M. Firsada, yang hadir mewakili Gubernur, menyebut bahwa penguatan budaya literasi sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
“Kalau kita ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045, kita harus mulai dari membangun generasi yang literat dan kreatif. Tanpa itu, semua target pembangunan hanya akan jadi wacana,” katanya.
Dari sisi pemerintah daerah, Culture Literary Festival 2025 juga dipandang sebagai langkah strategis. Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Daerah, Tito Budiharto, menyebut acara ini sebagai angin segar dari kalangan mahasiswa.
“Jarang sekali ada ormawa yang benar-benar serius mengangkat isu literasi. Ini bukan cuma inovatif, tapi juga sangat relevan untuk masa depan,” tegasnya.
Wakil Dekan III FDIK, Rosidi, yang menutup langsung acara ini, turut memberikan apresiasi. Ia menilai pendekatan yang diambil para mahasiswa tahun ini menunjukkan arah baru dalam dinamika gerakan kampus.
“Biasanya mahasiswa itu identik dengan demonstrasi. Tapi tahun ini beda. Ini pendekatannya lebih elegan. Syahrul ini, menurut saya, salah satu ketua Dema paling cerdas yang pernah saya temui,” ucapnya dengan bangga, seusai mengumumkan para pemenang lomba menulis tingkat pelajar dan mahasiswa. (*)