Pramoedya.id: Kekayaan budaya Lampung terancam tinggal cerita. Dari ribuan buku yang berjajar, hanya segelintir yang menyoal khazanah lokal daerah ini.
Sebuah ironi yang coba dijawab Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Perpusda) Provinsi Lampung lewat bimbingan teknis (bimtek) kepenulisan berbasis konten budaya lokal yang digelar, Senin (14/7/2025)
Berlangsung di gedung Perpusda Lampung, bimtek tersebut menyasar mahasiswa, pelajar, pegiat literasi, hingga masyarakat umum.
Kepala Perpusda Lampung, Risky Sofyan, mengakui sengkarut minimnya dokumentasi budaya lokal.
“Dua tahun lalu ketika saya baru bergabung di Dinas Perpusda Lampung. Saya mengumpulkan teman di bidang deposit untuk mengumpulkan buku berbasis lokal. Hasilnya? Tidak sampai 10 judul,” ungkap Risky.
Perbandingan yang jauh panggang dari api jika melihat koleksi umum Perpusda, yang di antaranya terdapat 87.000 buku.
“Kekinian sudah lumayan. Tapi buku budaya lokalnya masih hanya 10 persen dari itu,” katanya.
Fakta tersebut menjadi dasar utama fokus bimtek kali ini, pengembangan teknis menulis berbasis budaya lokal.
Risky menegaskan, adalah sebuah “kedurhakaan” bagi warga Lampung asli jika tak berkontribusi mengembangkan budayanya sendiri.
Ia menyoroti langkanya penulis asli Lampung yang serius menggarap isu ini. Justru, banyak karya tentang Lampung yang lahir dari pena penulis yang tidak memiliki darah Lampung.
“Ayo kita tulis, meskipun hanya selembar dua lembar. Karena jika tidak, anak cucu kita akan kehilangan arah dan budaya,” Risky memperingatkan.
Ia bahkan menyebut pernah membaca tulisan yang keliru menafsirkan budaya “sengiri,” sebuah bukti nyata betapa rentannya pengetahuan lokal jika tak dibukukan secara akurat dan sahih.
Bimtek ini, harap Risky, bisa menjadi pemicu lahirnya lebih banyak karya yang mendokumentasikan dan melestarikan warisan budaya Lampung.
“Jangan sampai anak cucu kita kehilangan jejak budaya Lampung. Itulah sebabnya kita mesti menulis,” tutupnya. (*)