Pramoedya.id: Di sekolah bukan rahasia umum lagi bahwa kita diajari soal geografi adalah ilmu tentang ruang dan wilayah. Tapi dalam praktiknya, PKC PMII Lampung tak paham geografi.
Bukan tanpa dasar dipermukaan tampaknya mereka hanya menyentuh wilayah barat daya dan tenggara.
Sedangkan, wilayah lain hanya seperti pulau terisolasi yang entah kapan akan disinggahi. Bisa jadi PKC PMII lampung tidak paham soal peta geografi atau bahkan saat belajar geografi mereka sedang sibuk bermain kelereng.
Mari kita lihat, dari 12 cabang PMII yang tersebar di Provinsi Sai Bumi Ruwa Jurai, hanya segelintir yang tersentuh tangan dingin PKC.
Seolah-olah ada peta tersembunyi yang membagi cabang menjadi layak bina dan boleh diabaikan. Jika benar begitu, mungkin lebih jujur jika PKC menyebut dirinya pengurus regional PMII Lampung barat daya dan tenggara saja deh. Yakan.
Padahal , PMII bagian Timur, Utara, dan Tengah Lampung juga berhak mendapatkan perhatian. Bukan hanya ketika waktu kegiatan seremonial tiba, atau saat butuh penggembira untuk acara akbar agar tampak basis masa kader PMII lampung sangat banyak dan kaderisasi berjalan lancar.
Lalu, mari kita bicara tentang kata yang paling sering disebut ketua PKC PMII saat sambutan-sambutan, namun paling jarang dipraktikkan: kaderisasi.
Sebuah kata paling progresif menurutnya dalam organisasi, yang kini terdengar seperti jargon kosong. Ramai dalam forum, sepi dalam kerja nyata.
Rapat demi rapat selalu digelar PKC PMII Lampung, seolah kesibukan itu tanda kemajuan, revolusioner, progresif dan seterusnya bagi organisasi.
Tapi ketika ditanya hasilnya. Hahaha, menggelikan hanya kata maaf ini kesalahan kami soal kaderisasi, narasi ini muncul dari salah satu struktur PKC pada saat perdebatan panjang dengan peserta PKL soal strategi kaderisasi PMII lampung di forum kaderisasi formal PKL PC PMII Bandarlampung.
Asal kalian tahu, di PMII tidak mengenal narasi maaf bos, ini soal narasi kaderisasi harus subjektif yang arahnya harus jelas dan membangun peradaban.
Lanjut lebih, parahnya dengan mata pandang yang jernih struktur PKC Lampung saat terselenggaranya PKL cabang Bandarlampung tidak ada satupun PKC yang ada, bahkan sepertinya sangat acuh tentang perkembangan situasi peserta PKL bagaimana. Untuk bertanya pun nihil terjadi.
Kalau memang begini wajah progresif yang dibanggakan. Mungkin lebih baik PKC mengadakan retreat dulu. Bukan untuk menyusun konsep, tapi untuk menyegarkan kembali kontruksi berpikir dan rasa tanggung jawab.
Kader tidak butuh seremonial, mereka butuh keberpihakan, kehadiran dan sentuhan nyata. Jika PKC PMII Lampung hanya sibuk di lingkaran kecil, maka jangan salahkan cabang lain jika mulai jalan sendiri-sendiri. Karena wajah struktur organisasi PKC PMII yang gagal hadir, akan ditinggalkan diam-diam.
PKC seharusnya menjadi rumah besar, bukan menara pengawas. Bukan juga sekadar panggung foto dan pidato. Jika terlalu sibuk menjaga citra, jangan kaget kalau wibawa pelan-pelan hilang di mata kader bawah.
Tulisan Ini pengingat sebelum kekecewaan berubah jadi kebisuan. Karena diamnya kader hari ini merupakan pertanda patah harapan. Kepada Ketua PKC PMII Lampung, mari buka kembali peta Lampung pelajari benar-benar.
Lihat lagi semua cabang, tanpa kacamata prioritas. Bergeraklah bukan karena dekat, tapi karena memang tugas. Karena, kalau kepemimpinan terus seperti ini: setengah hati, setengah niat, dan setengah hasil, jangan heran jika yang tersisa nanti cuma setengah kepercayaan. (Kader PMII Lampung, Muhammad Iman Ibrohim)