Pramoedya.id: Suara-suara lantang menggema di depan Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Rabu siang (25/6/25). Ratusan massa dari tiga aliansi LSM — AKAR Lampung, PEMATANK, dan KRAMAT, tak henti-hentinya meneriakkan satu tuntutan, usut tuntas skandal PT. Sugar Group Companies (SGC). Bendera-bendera kecil dengan warna merah-hitam dikibarkan, spanduk mengecam praktik oligarki dibentangkan, dan dokumen tebal berpindah tangan ke pejabat Jampidsus Kejagung. Tapi sesungguhnya, ini bukan sekadar aksi. Ini adalah akumulasi dari kemarahan panjang atas persoalan hukum yang didiamkan.
Jangan tutupi zachop Richard! Jangan lindungi SGC!” seru Indra Mustain, Ketua DPP AKAR Lampung, di tengah barikade aparat. Dalam orasinya, Indra menyinggung dugaan keterlibatan aktor bernama Richard dalam suap ke Mahkamah Agung—sebuah tudingan berat yang menurutnya menunjukkan bahwa kekuasaan dan uang telah mencemari lembaga tertinggi peradilan. “Ini Bukan Kasus Biasa. Ini Skandal, ini pidana murni. Harus dibuka ke publik. Negara tidak boleh kalah oleh oligarki,” ujarnya tajam.
Tapi bukan hanya soal Richard. Indra juga menyeret sederet pelanggaran besar yang dituding dilakukan PT. SGC dan sejumlah anak usahanya—termasuk PT. Sweet Indo Lampung, PT. Indo Lampung Perkasa (ILP), dan PT. Indo Lampung Distilerri.
“Temuan pajak triliunan rupiah, penguasaan tanah yang melebihi batas Hak Guna Usaha (HGU), pembakaran tebu yang mencemari udara warga, penyerobotan tanah adat dan rawa gambut, semua ini bukan masalah biasa. Ini skandal negara,” katanya berapi-api sambil menunjukkan salinan laporan Badan Pemeriksa Keuangan.
Di sisi lain, suara tak kalah lantang datang dari Suaidi Romli, Koordinator PEMATANK. Ia menyampaikan betapa perihnya hati masyarakat adat ketika tanah ulayat ratusan hektare, yang di dalamnya terdapat makam-makam leluhur mereka, dikuasai secara paksa oleh korporasi.
“Kami tidak bicara tanah mati. Di sana ada sejarah, ada tulang belulang orang tua kami. Tapi SGC tetap menguasai, negara tetap diam. Ini bukan sekadar perampasan tanah, ini pelecehan terhadap peradaban,” ujarnya dengan nada getir.
Romli menuding negara terlalu lunak terhadap SGC karena kedekatan perusahaan tersebut dengan lingkar kekuasaan politik di Lampung. “Jangan sampai hukum kita kalah oleh uang. Jangan biarkan oligarki mempermainkan undang-undang,” serunya.
Puncak aksi terjadi saat perwakilan tiga aliansi menyerahkan dokumen-dokumen hasil investigasi mereka kepada pihak Kejagung. Indra Mustain (AKAR), Suaidi Romli (PEMATANK), dan Sando (KRAMAT) diterima langsung oleh Bambang, pejabat di bidang Jampidsus Kejaksaan Agung.
“Kami terima dokumennya dan akan segera menindaklanjuti,” ucap Bambang singkat namun tegas, di hadapan perwakilan massa aksi, sedangkan massa yang menunggu di bawah tetap dengan yrl yel dan orasinya dibawah terik matahari.
Indra tak langsung percaya. “Kami sudah terlalu sering dijanjikan. Skandal PT. SGC ini harus dibongkar total oleh Kejagung RI. Jangan ada kompromi. Jangan ada titipan,” tegasnya.
disisi lain saat oereakilan menyamlaikan laporan orasi diteruskan oleh Sapriansyah, aktivis lampung tersebut mengungkap akar panjang dari konflik SGC. Menurutnya, sejak awal proses permintaan tanah kepada masyarakat adat penuh dengan kejanggalan. Setelah penggusuran dan pembukaan lahan, terjadilah penyerobotan, bahkan kekerasan fisik terhadap warga.
“Setiap tahun ada konflik. tahun 2018 Ada perampasan, ada pemukulan, ada kriminalisasi. Tapi tidak pernah ada yang menyentuh SGC,” katanya.
SGC, menurut Sapriansyah, tidak hanya menjadi aktor ekonomi, tapi juga aktor politik. “Selalu jadi penyokong politik di Lampung. Maka jangan heran, kasusnya selalu kandas. Kami tantang Kejagung untuk membuktikan bahwa hukum masih bisa berdiri di negeri ini,” serunya.
Aksi ini bukan yang pertama. Tapi bisa jadi ini adalah aksi paling terbuka, dengan data paling lengkap, dan dengan desakan paling langsung kepada pusat kekuasaan hukum.
Di tangan Kejagung kini ada dua pilihan, menjadikan dokumen ini sebagai pintu masuk pengusutan besar, atau mengulang siklus diam dan pengabaian yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Dan sementara itu, masyarakat Tulang Bawang, tempat tanah mereka diubah menjadi ladang tebu raksasa, masih menunggu. Masih menyimpan ingatan tentang jerit nenek mereka yang kehilangan sawah, atau nisan tua yang digusur alat berat.
Mereka masih percaya, barangkali, bahwa hukum suatu hari bisa memihak kepada yang lemah.
Dan hari itu, mereka harap, dimulai dari Kejaksaan Agung hari ini.
“Kamj akan berorasi didepan istana untum kefepan agar prabowo sebagai macan asis mengakkan keadilan di Lampung,” tutup indra di tengah ratusan massa aksi. (Rilis)