Pramooedya.id: Dua naskah kuno bersejarah asal Provinsi Lampung berhasil menorehkan prestasi di tingkat nasional. Kedua warisan literasi tersebut meraih Sertifikat IKON (Informasi Kolektif Nasional) Tahun 2025 dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI).
Penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan terhadap upaya pelestarian warisan literasi dan budaya daerah yang diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung.
Kepala Bidang Deposit Dinas Perpustakaan Daerah, Yanti Hakim, menyampaikan bahwa capaian ini merupakan buah dari komitmen daerah dalam menjaga khazanah lokal.
“Kami bersyukur, dua naskah kuno dari Lampung kini mendapat pengakuan di tingkat nasional melalui Sertifikat IKON Perpusnas tahun ini,” ujar Yanti Hakim, ketika dihubungi Pramoedya.id, Kamis (16/10/2025).
Kedua naskah yang berhasil memperoleh sertifikat bergengsi tersebut adalah: Naskah Kulit Kayu: Ingok Perjanjian Kita dam Poerba Ratoe: Catatan Sejarah Masyarakat Labuhan Ratu 1907-1915.
Kedua naskah ini, jelas Yanti, memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, menjadikannya layak untuk didaftarkan sebagai warisan kolektif nasional.
Naskah kulit kayu Ingok Perjanjian Kita memuat catatan penting mengenai kesepakatan atau perjanjian yang berlaku di masa lampau, sementara Poerba Ratoe menawarkan jendela sejarah tentang kehidupan masyarakat Labuhan Ratu pada periode 1907 hingga 1915.
“Kami berharap, capaian ini menjadi motivasi bagi semua pihak untuk terus melestarikan, mengkaji, dan memperkenalkan khazanah naskah kuno Lampung kepada masyarakat luas. Naskah kuno adalah jejak sejarah yang tak ternilai harganya,” tambah Yanti.
Pemberian Sertifikat IKON ini diharapkan dapat memicu daerah-daerah lain di Indonesia untuk lebih aktif mendata dan melindungi koleksi naskah kuno mereka, memastikan warisan budaya bangsa ini tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Dalam dunia yang kian digital, urai Yanti, naskah-naskah semacam ini nyaris tak terdengar. Tapi lewat pengakuan dari Perpustakaan Nasional, Lampung kini punya pijakan baru untuk memperkenalkan khazanah literasinya ke publik. Dinas Perpustakaan bahkan berencana menggelar pameran dan digitalisasi naskah kuno agar masyarakat bisa mengaksesnya tanpa sekadar melihat dari balik kaca.
Sebab, sebagaimana isi salah satu naskah itu mengingatkan, warisan tak akan hidup kalau hanya disimpan. Ia harus dibaca, ditafsir, dan diwariskan kembali.
“Bagi kami, ini bukan soal penghargaan, tapi soal menjaga identitas. Banyak generasi muda tak tahu Lampung punya khazanah tulisan sendiri,” tutupnya. (*)