Pramoedya.id: Pemerintah Provinsi Lampung memastikan penghapusan uang komite di 352 SMA, SMK, dan SLB negeri akan diikuti revisi aturan teknis guna menjamin operasional pendidikan tetap berjalan. Meski penghapusan telah diumumkan, Pergub 61/2020 yang jadi dasar hukum komite hingga kini belum resmi dicabut.
“Masih berproses. Kemungkinan besar pergub akan kita revisi, bukan langsung dicabut,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (10/6/2025).
Ia menegaskan dan melarang pungutan kolektif melalui komite, namun tetap membuka ruang bagi sumbangan sukarela dari individu maupun perusahaan melalui skema CSR.
Menurutnya, bantuan perorangan tetap diperbolehkan selama tidak bersifat paksaan dan kolektif. “Kalau ada warga mampu yang mau bantu bangun WC sekolah, masa kita tolak? Itu bentuk kepedulian,” ujarnya.
Ia mengakui, penghapusan komite sekolah membawa konsekuensi pembiayaan cukup besar, terutama untuk operasional dasar di sekolah-sekolah negeri. Namun pihaknya telah menyiapkan skema penyesuaian untuk menutup kekosongan anggaran, terutama hingga akhir tahun 2025.
“Ada beberapa kegiatan yang akan kita tata ulang, diprioritaskan untuk kebutuhan mendesak. Mulai Juli sampai Desember ini, insya Allah bisa tertangani,” jelasnya. Ia menambahkan, skema pembiayaan yang lebih stabil baru akan berjalan secara penuh pada 2026.
Pemerintah Provinsi, lanjutnya, telah menghitung kebutuhan anggaran pasca penghapusan komite. “Tidak sampai triliunan, ratusan miliar iya,m. Itu akan kita support dari APBD,” ungkapnya.
Soal substansi revisi pergub, ia menegaskan larangan total terhadap pungutan kolektif seperti uang komite atau sumbangan biaya pendidikan (SBP). Dirinya mengakui bahwa Pergub 61/2020 kontra dengan Permendikbud 75/2016, bahkan peraturan daerah yang berlaku.
Namun untuk aktivitas seperti praktik kerja lapangan (PKL), kunjungan industri, atau kegiatan situasional lainnya yang sifatnya sukarela dan atas kesepakatan, masih diperbolehkan.
“Prinsipnya, tidak boleh ada lagi pungutan yang bersifat wajib dan kolektif. Tapi ruang partisipasi tetap ada, asal tidak melanggar prinsip keadilan dan transparansi,” tutupnya.(*)