Bukan Jemuran, Tapi Nasib Ribuan PPPK Digantung

- Editor

Rabu, 25 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi

Ilustrasi

Pemerintah Provinsi Lampung begitu membutuhkan tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) hingga membuka ribuan formasi. Namun, sungguh memprihatinkan, setelah melalui proses seleksi yang panjang dan penuh perjuangan, nasib ribuan calon PPPK ini justru terasa terabaikan oleh Pemprov Lampung. Mari kita ulas lebih dalam.

Pramoedya.id: Ada ironi pahit yang mengendap dalam narasi penundaan Surat Keputusan (SK) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung. Pihak Pemprov bersikukuh bahwa gaji bukan masalah karena anggarannya sudah tersedia. Sebuah pernyataan yang, jika didengar tanpa konteks, mungkin terdengar melegakan. Namun, bagi ribuan PPPK yang menggantungkan nasibnya pada selembar kertas itu, klaim tersebut justru terasa hambar, bahkan menyesakkan. Masalahnya bukan lagi sekadar ketiadaan gaji di rekening, melainkan serangkaian derita yang menganga lebar di tengah ketidakpastian administratif dan realita beban utang yang semakin membelit.

Calon PPPK “Senam Jantung” Tiap Hari

Sungguh memilukan membayangkan posisi ribuan pekerja di lingkungan Pemprov Lampung yang sudah dinyatakan lulus PPPK. Kebahagiaan dan kelegaan setelah melewati seleksi ketat seharusnya sudah paripurna. Status PPPK menjanjikan stabilitas dan masa depan yang lebih cerah dibanding sekadar honorer. Namun, kegembiraan itu terasa hambar saat melihat rekan-rekan mereka di kabupaten tetangga sudah tersenyum lebar dengan SK di tangan. Kabupaten Pesawaran sejak awal Mei, disusul Mesuji pada akhir Juni, dan Lampung Barat pada pertengahan Juni, telah sukses menyerahkan SK kepada ratusan PPPK mereka. Pengumuman di media massa atau unggahan di media sosial dari PPPK kabupaten yang sudah berpose dengan SK, lengkap dengan seragam baru, tak pelak membuat calon PPPK provinsi Lampung gigit jari “Mengiler”.

Apalagi, kegembiraan yang belum paripurna ini juga membuka celah bagi bank-bank lokal. Sejak dinyatakan lulus, para calon PPPK ini seolah menjadi target empuk. Tawaran pinjaman menggiurkan dengan menggadaikan SK sebagai jaminan sudah pasti mampir di telinga mereka bahkan sampai menghatui lewat pesan WhatsApp. Dalam kondisi terdesak kebutuhan finansial yang tak bisa ditunda, sementara kepastian status belum ada, tawaran semacam itu bisa sangat memikat. Mereka membayangkan uang itu bisa menambal lubang utang, modal usaha, atau memenuhi kebutuhan darurat keluarga.

Kondisi ini semakin diperparah dengan fakta bahwa beberapa calon PPPK telah mengambil pinjaman bank dengan jaminan ijazah, yang mana cicilan gaji akan digantung hingga bulan Juli. Ketika SK baru keluar di bulan Oktober, mereka tidak tahu bagaimana cara membayar cicilan pinjaman tersebut. Tanpa SK di tangan, janji pinjaman itu pun hanya bayangan, justru berpotensi menjerat mereka dalam risiko utang yang lebih besar tanpa ada kepastian jaminan pendapatan, bahkan dengan jadwal pembayaran yang tidak sinkron dengan penerbitan SK.

Desus Kabar Mei

Kabar angin mengenai pembagian Surat Keputusan (SK) PPPK di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung sempat berhembus kencang pada bulan Mei lalu. Sebagian calon PPPK tentu saja bisa bernapas lega mendengar berita itu, membayangkan mereka akan langsung mencicipi Gaji ke-13 untuk pertama kalinya. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Mereka harus gigit jari, menelan kekecewaan mendalam, dan kini nasib ribuan PPPK itu justru menggantung tanpa kepastian.

Melacak Jejak SK yang Tak Kunjung Tiba

Kontras antara kecepatan kabupaten dan kelambatan provinsi ini bukan tanpa sebab. Analisis mendalam mengarah pada beberapa patologi birokrasi yang mungkin tersembunyi.

Pertama, soal kapasitas penanganan. Mungkinkah Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Lampung, dengan segala keterbatasan sumber daya manusia dan sistem, belum siap menghadapi gelombang administrasi sebesar ini? Dengan 6.873 formasi PPPK yang harus ditangani, termasuk ribuan guru, tenaga kesehatan, dan teknis. Volume pekerjaan jauh melampaui kemampuan kabupaten. Ini bukan sekadar input data, tetapi verifikasi berlapis, koordinasi dengan BKN untuk penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP) yang kabarnya sudah banyak keluar, dan penyiapan SK yang membutuhkan ketelitian tinggi. Jika NIP sudah terbit, idealnya proses penerbitan SK di daerah bisa lebih cepat.

Kedua, adanya kemungkinan fragmentasi atau kurangnya integrasi sistem. Di era digital, seharusnya proses verifikasi berkas bisa dipercepat melalui sistem elektronik terintegrasi. Namun, jika masih mengandalkan proses manual atau semi-manual untuk sebagian besar berkas, keterlambatan adalah keniscayaan. Bandingkan dengan sektor swasta yang serba digital, birokrasi seringkali masih tertinggal dalam adopsi teknologi untuk efisiensi internal.

Ketiga, soal prioritas dan tekanan. Pemerintah kabupaten, yang lebih dekat dengan kebutuhan riil di lapangan (misalnya kekurangan guru di sekolah atau tenaga medis di puskesmas), mungkin memiliki tekanan yang lebih besar untuk segera mengisi kekosongan. Ini bisa mendorong mereka untuk mempercepat proses kepegawaian. Sementara itu, di tingkat provinsi, dengan cakupan tanggung jawab yang lebih luas, prioritas bisa jadi terpecah belah, atau tekanan publik yang dirasakan kurang mendesak dibandingkan isu-isu makro lainnya. Seperti calon PPPK dianak tirikan alias tidak prioritas.

Efek Domino Penundaan

Penundaan ini, lebih dari sekadar angka-angka di atas kertas, adalah cerminan dari kegagalan sistematis untuk memenuhi janji negara kepada warganya. Ribuan calon PPPK di Lampung adalah individu dengan keluarga, tanggungan, dan harapan. Mereka telah berjuang melewati seleksi ketat, dan kini harus menghadapi ketidakpastian hukum dan administratif. Ada yang mungkin sudah mengorbankan pekerjaan sebelumnya, atau menunda rencana hidup, sembari menggantungkan nasib pada selembar SK. Jaminan gaji sudah disiapkan memang melegakan, tetapi tanpa SK, hak-hak lain seperti tunjangan dan kejelasan status masih menggantung.

Situasi ini diperparah dengan adanya pinjaman bank yang diambil dengan jaminan ijazah, di mana calon PPPK dihadapkan pada ketidakpastian pembayaran cicilan karena SK yang belum terbit, sementara potongan gaji sudah dijadwalkan hingga Juli dan SK baru keluar Oktober. Ini menciptakan jurang waktu yang berpotensi memicu masalah finansial serius bagi mereka. Ketika masalah finansial sudah menimpa pegawai secara teori mereka tidak akan memiliki spirit kerja yang besar.

Kemudian, kesenjangan waktu penyerahan SK antara provinsi dan kabupaten ini juga bisa menimbulkan pertanyaan. Seolah-olah ada dua standar kecepatan birokrasi dalam satu wilayah administrasi. Ini bisa mengikis kepercayaan terhadap efisiensi dan responsivitas pemerintah. Apalagi, penundaan PPPK berarti sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan belum bisa mendapatkan amunisi SDM yang optimal, berdampak langsung pada kualitas pelayanan masyarakat.

Pada akhirnya, kasus penundaan SK PPPK di Pemprov Lampung ini menjadi momentum penting untuk introspeksi. Bukan hanya soal mengejar target 1 Oktober 2025 atau harapan Juli. Ini tentang perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kapasitas birokrasi, investasi pada sistem digital yang terintegrasi, dan revitalisasi komitmen untuk melayani. (*)

Berita Terkait

Tot Tot Wuk Wuk dan Bias di Jalanan
Biskuit Korupsi: Resep Rahasia Melestarikan Stunting
Rp4,4 Miliar untuk Rumah Dinas Ketua DPRD Lampung di Tengah Kemarahan Publik
Unras Damai Sinyal Pariwisata Lampung “Cerah”
#PolisiPembunuh: Barracuda Menggilas Kepercayaan Rakyat
Anggaran Pendidikan 2026 Setengahnya Jadi Nasi Bungkus
Drama Statistik Indonesia di Meja PBB
Lima BUMD Baru: Ambisi Mirza atau Sekadar Kue Politik?

Berita Terkait

Selasa, 23 September 2025 - 09:48 WIB

Tot Tot Wuk Wuk dan Bias di Jalanan

Minggu, 14 September 2025 - 23:43 WIB

Biskuit Korupsi: Resep Rahasia Melestarikan Stunting

Minggu, 7 September 2025 - 16:43 WIB

Rp4,4 Miliar untuk Rumah Dinas Ketua DPRD Lampung di Tengah Kemarahan Publik

Senin, 1 September 2025 - 22:41 WIB

Unras Damai Sinyal Pariwisata Lampung “Cerah”

Jumat, 29 Agustus 2025 - 07:46 WIB

#PolisiPembunuh: Barracuda Menggilas Kepercayaan Rakyat

Berita Terbaru

Lampung

Jembatan di Lampung Diperiksa Menyeluruh

Rabu, 24 Sep 2025 - 18:58 WIB

Lampung

Pemprov Lampung Bentuk Tim Penyelesaian Konflik Agraria

Rabu, 24 Sep 2025 - 15:29 WIB