Pramoedya.id: Bagi warga Kabupaten Pesawaran dan Pringsewu, musim penghujan tak jarang datang dengan membawa kecemasan. Genangan air kerap menjadi momok tahunan yang merenggut ketenangan.
Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Lampung tak ingin lagi berpangku tangan. Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) turun langsung ke lapangan, menyisir setiap sudut gorong-gorong, bertekad memutus rantai ancaman banjir yang selama ini menghantui.
Pemandangan di lapangan tak biasa. Di bawah langit yang kadang cerah, kadang mendung khas “musim kemarau basah”, tim BMBK Lampung bergerak cermat. Dipimpin M. Taufiqullah, Kepala Dinas, mereka menelusuri saluran air yang kerap menjadi urat nadi warga. Taufiqullah, dengan tatapan serius, mengamati setiap celah, seolah membaca jejak masalah yang selama ini menyebabkan air tak kunjung bersahabat dengan tanah.
“Semula daerah sini banjirnya lumayan,” kata dia menjelaskan, Selasa (17/6/2025).
Langkah ini, tambah Taufiq, adalah sebuah siasat yang harus diambil. Periode “kemarau basah” menjadi kesempatan emas. Saat ini, curah hujan belum pada puncaknya, memungkinkan tim bekerja lebih efektif sebelum air bah benar-benar tiba.
“Mumpung saat ini masih musim kemarau basah. Dengan dilakukan identifikasi, ketika memasuki musim penghujan permasalahan sudah rampung diselesaikan,” jelasnya, menegaskan urgensi setiap langkahnya.
Dari hasil identifikasi di lapangan, terutama di sepanjang ruas Pringsewu-Pardasuka, tepatnya di Desa Ambarawa, BMBK Lampung telah memetakan beberapa titik krusial. Taufiqullah merinci, ada tiga gorong-gorong yang rencana bakal dilakukan perbaikan. Satu di antaranya ditemukan dalam kondisi patah dan akan segera diganti total. Dua gorong-gorong lainnya mengalami penyempitan dan akan dinormalisasi untuk memperlancar aliran air.
Tak hanya gorong-gorong, Taufiqullah juga menekankan perlunya normalisasi siring di area tersebut.
“Kami melihat banyaknya sedimen dan sampah yang menumpuk di siring,” tegasnya, menunjuk ke arah tumpukan material yang menghambat aliran air.
“Jadi perlu normalisasi agar air bisa mengalir lancar.”
Pemandangan di lapangan memang kerap memilukan. Beberapa gorong-gorong menyempit, seperti pembuluh darah yang tersumbat. Namun, yang lebih mencengangkan, banyak di antaranya justru penuh sesak dengan sampah. Botol plastik, bungkus makanan, hingga ranting pohon, semua bercampur aduk, membentuk sumbatan kokoh yang siap menghadang aliran air.
Melihat realitas tersebut, Taufiqullah tak hanya memberi instruksi teknis, tetapi juga melayangkan ajakan. Ia tahu, tugas ini tak akan sempurna tanpa uluran tangan masyarakat. Semangat gotong royong, yang mungkin mulai memudar, harus kembali dihidupkan.
“Yang sempit bakal kita lakukan pembenahan. Tapi banyak juga yang kotor dipenuhi sampah, makanya kalau bisa budaya gotong royong ditumbuhkan lagi,” tutupnya mengajak warga. (*)