Pramoedya.id: Provinsi Lampung mencatat inflasi sebesar 0,16 persen secara bulanan (month to month/mtm) pada September 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang berada di level 0,21 persen. Capaian tersebut menandakan stabilitas harga di daerah masih terjaga di tengah fluktuasi ekonomi nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung melaporkan, secara tahunan (year on year/yoy) inflasi di provinsi ini hanya 1,17 persen. Jauh di bawah inflasi nasional yang menyentuh 2,65 persen. Sementara secara kumulatif sejak awal tahun (year to date/ytd), Lampung membukukan inflasi 0,07 persen, lebih rendah dari nasional sebesar 1,82 persen.
Kondisi ini menunjukkan keberhasilan pengendalian harga yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Strategi penguatan sektor pertanian dan perbaikan distribusi pangan disebut menjadi kunci utama. Sejumlah komoditas yang selama ini kerap menjadi biang inflasi, seperti beras, cabai merah, dan bawang, relatif terkendali berkat stok lokal yang cukup.
Meski demikian, BPS mencatat beberapa komoditas tetap mengalami kenaikan harga sepanjang September, di antaranya cabai merah, daging ayam ras, emas perhiasan, salak, dan produk perawatan tubuh. Namun, kenaikan tersebut tertahan oleh turunnya harga bawang merah, vitamin, tomat, makanan hewan peliharaan, dan susu cair kemasan.
“Bawang merah dan cabai merah masih menjadi kontributor utama inflasi tahunan, bersama beras dan ayam ras. Tapi dampaknya tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya karena distribusi dari sentra produksi berjalan lebih baik,” tulis BPS Lampung dalam rilisnya, Kamis (2/10/2025).
Secara spasial, inflasi tahunan juga bervariasi di sejumlah daerah. Kota Bandar Lampung dan Kota Metro masing-masing mencatat inflasi 0,37 persen dan 0,39 persen. Sebaliknya, Kabupaten Mesuji dan Lampung Timur mengalami deflasi 0,42 persen dan 0,19 persen. Deflasi ini terutama ditopang oleh melimpahnya pasokan pangan dari sektor pertanian lokal.
Pemerintah Provinsi Lampung dalam beberapa tahun terakhir gencar mendorong program intensifikasi pertanian, penguatan BUMDes, hingga pembangunan infrastruktur penunjang, seperti akses jalan produksi dan fasilitas penyimpanan hasil panen. Kebijakan ini membantu menekan biaya logistik sekaligus menjaga kualitas produk.
Tak hanya berpengaruh pada stabilitas harga, strategi tersebut juga meningkatkan daya saing produk pertanian Lampung. Beras, cabai, dan bawang merah yang dihasilkan petani setempat kini bukan hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga memasok daerah lain di Sumatera.
Keberhasilan menekan inflasi di bawah rata-rata nasional, menurut analis ekonomi daerah, menjadi sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi Lampung di kuartal akhir 2025. Daya beli masyarakat terjaga, sementara sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi tetap produktif.
Pemerintah daerah menargetkan pengendalian inflasi tetap terjaga melalui penguatan stok pangan dan hilirisasi hasil pertanian. Dengan fondasi harga yang stabil, Lampung optimistis memperkuat posisinya sebagai lumbung pangan nasional sekaligus motor pertumbuhan ekonomi regional. (Rilis/*)