Pramoedya.id: Israel kembali diguncang demonstrasi besar-besaran. Ribuan warga turun ke jalan di Yerusalem dan Tel Aviv pada Rabu (20/3/2025), meneriakkan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Mereka menuduh Netanyahu menggunakan perang di Gaza demi keuntungan politiknya sendiri, serta melakukan manuver otoriter dengan memecat kepala dinas keamanan dalam negeri, Ronen Bar.
Demonstrasi ini merupakan lanjutan dari gelombang protes yang telah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Kali ini, Presiden Israel, Isaac Herzog, juga ikut bersuara. Dalam pernyataannya, Herzog menyatakan “keprihatinan mendalam” atas langkah pemerintah Netanyahu, terutama terkait kebijakan perpanjangan serangan ke Gaza meskipun masih ada 59 sandera Israel yang belum dibebaskan oleh Hamas.
“Kita tidak bisa membiarkan kepentingan nasional dikorbankan demi kepentingan politik,” ujar Herzog dalam pernyataannya yang banyak ditafsirkan sebagai kritik langsung terhadap Netanyahu.
Pemicu Demo: Dari Perang Gaza hingga Manuver Politik Netanyahu
Demonstran menuding Netanyahu sengaja memperpanjang konflik di Gaza untuk mempertahankan dukungan dari kubu sayap kanan dan kelompok ultra-nasionalis. Mereka menilai bahwa alih-alih fokus menyelamatkan para sandera, Netanyahu justru menggunakan perang sebagai alat politik untuk menekan oposisi dan menghindari tuntutan hukum dalam kasus korupsi yang masih berlangsung.
Selain itu, keputusan Netanyahu untuk memecat Ronen Bar, kepala dinas keamanan dalam negeri (Shin Bet), memicu kemarahan publik. Pemecatan Bar dianggap sebagai upaya Netanyahu untuk membersihkan pemerintahan dari pejabat-pejabat yang tidak sejalan dengannya, memperkuat kontrolnya atas lembaga-lembaga keamanan, dan melemahkan institusi demokrasi Israel.
“Saya tidak bisa diam melihat negara ini jatuh ke dalam otoritarianisme,” kata seorang demonstran di Tel Aviv yang dikutip media lokal.
Teriakan “Pengkhianat!” di Tengah Gelombang Protes
Di Yerusalem, ribuan orang berkumpul di sekitar Knesset (parlemen Israel), membawa spanduk bertuliskan “Netanyahu, pengkhianat!” dan “Bawa pulang sandera sekarang juga!” Beberapa demonstran bahkan membakar foto Netanyahu sebagai bentuk kemarahan terhadap kebijakannya.
Di Tel Aviv, massa memblokir jalan utama dan bentrok dengan polisi ketika mencoba mendekati kantor pemerintahan. Polisi anti huru-hara dikerahkan untuk membubarkan demonstran, sementara beberapa peserta aksi ditangkap.
Meskipun protes ini berlangsung dalam skala besar, Netanyahu tetap bergeming. Ia menolak kritik dan menyebut demonstrasi ini sebagai upaya dari “kelompok sayap kiri” yang ingin melemahkan Israel di tengah konflik dengan Hamas.
Meskipun tekanan terhadap Netanyahu semakin besar, ia masih mendapat dukungan kuat dari partai-partai sayap kanan dan kelompok ultra-nasionalis yang menjadi basis politiknya. Koalisinya di parlemen masih solid, sehingga kecil kemungkinan ia akan dipaksa mundur dalam waktu dekat.
Namun, dengan meningkatnya ketidakpuasan publik dan dukungan internasional terhadap gencatan senjata di Gaza, posisi Netanyahu bisa semakin terjepit. Jika protes terus membesar dan oposisi semakin solid, tekanan politik terhadapnya bisa mencapai titik yang sulit untuk dihindari.(*)