RMD-Jihan dalam Konteks Kasus Ijazah: Kebaikan dari Kesadaran yang Terlambat

- Editor

Senin, 3 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Dalam setiap kebijakan publik, ada dua jenis perubahan: perubahan yang lahir dari visi jauh ke depan, dan perubahan yang terpaksa lahir setelah tekanan publik tak lagi bisa dibendung. Kebijakan pelarangan sekolah menahan ijazah termasuk yang kedua. Ia datang terlambat, setelah bertahun-tahun kritik diabaikan, setelah banyak anak kehilangan haknya, dan setelah ketidakadilan ini menjadi kebiasaan yang dianggap wajar.

Pramoedya.id: Akhirnya, Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, ikut menimpali: tidak boleh ada lagi sekolah yang menahan ijazah siswa. Pernyataan yang seirama dengan instruksi Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal. Statement ini tentunya melengkapi berbagai keterangan sebelumnya dari pejabat Dinas Pendidikan dan pihak-pihak terkait.

Ini adalah kabar baik—tetapi dari sebuah kesadaran yang terlambat. Disebut terlambat karena kritik masyarakat mengenai masalah ini sudah lama menggema, namun bertahun-tahun diabaikan.

Menahan ijazah siswa karena alasan administrasi adalah bentuk ketidakadilan yang nyata. Ijazah adalah hak, bukan barang gadai yang bisa ditahan sebagai jaminan utang. Sayangnya, selama ini praktik tersebut dianggap lumrah, bahkan diamini oleh sistem yang mestinya menjamin hak pendidikan bagi semua. Baru ketika tekanan publik semakin sulit dihindari, kesadaran itu muncul—terlambat, tetapi setidaknya datang juga.

Namun, kebijakan yang lahir dari kesadaran yang terlambat sering kali tidak diiringi oleh refleksi yang cukup dalam. Kebijakan ini bisa dikatakan sebagai “kebijakan setelah para pemangku kenyang.” Mereka yang bertahun-tahun membiarkan praktik ini tetap berjalan telah menikmati kenyamanan sistem yang tidak adil, dan kini dengan mudah mengumumkan perubahan seakan-akan tanpa beban sejarah. Seharusnya, kebijakan ini disertai dengan pengakuan dosa atau setidaknya evaluasi terhadap pihak-pihak yang selama ini menikmati kenyamanan dari ketidakadilan tersebut.

Kita sering melihat pola serupa dalam birokrasi. Kebijakan yang seharusnya lahir dari kesadaran justru sering muncul dari keterpaksaan. Seperti dalam berbagai kasus lain—mulai dari perbaikan jalan yang hanya dilakukan setelah viral di media sosial hingga reformasi aturan yang hanya muncul setelah tekanan publik membesar—negara lebih sering bersikap reaktif daripada proaktif. Kesadaran hanya hadir setelah kritik tidak lagi bisa dibungkam.

Kini, pertanyaannya bukan hanya soal menegakkan kebijakan yang melarang penahanan ijazah, tetapi bagaimana memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar dijalankan. Sebab, dalam sejarah birokrasi kita, sering kali yang berubah hanya aturan, sementara mentalitasnya tetap sama. Jika tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat, kebijakan ini bisa berakhir menjadi sekadar pernyataan normatif tanpa dampak nyata di lapangan.

Kesadaran yang terlambat memang lebih baik daripada tidak sama sekali. Tetapi, jika setiap kebijakan baru selalu lahir setelah para pemangku kebijakan “kenyang,” lalu kapan kita bisa berharap kebijakan lahir dari niat yang benar sejak awal?

Berita Terkait

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra
Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat
Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang
Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama
Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025
Dengan Memaafkan Pembuat Meme, Bahlil Itu Visioner
Polisi Tangkap Bjorka di Dunia Tanpa Alamat?
RMD: Lampung Pride Bro

Berita Terkait

Selasa, 9 Desember 2025 - 16:33 WIB

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra

Minggu, 30 November 2025 - 20:46 WIB

Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat

Selasa, 25 November 2025 - 20:02 WIB

Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang

Minggu, 9 November 2025 - 21:17 WIB

Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama

Jumat, 31 Oktober 2025 - 11:14 WIB

Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025

Berita Terbaru

Lampung

Jembatan Way Kali Nurik Ambruk, BMBK Lampung Gercep Tangani

Kamis, 11 Des 2025 - 18:50 WIB

Lampung

BMBK Lampung Catat 52 Ruas Jalan Rampung Diperbaiki

Kamis, 11 Des 2025 - 18:48 WIB