“Sepak bola adalah keadilan yang tak terduga. Kadang-kadang yang besar harus tunduk pada yang tak terduga.” – Eduardo Galeano.
Pramoedya.id: Di Stadion Benito Villamarín yang penuh gairah, Real Betis membuktikan bahwa “Real” yang sesungguhnya bukan hanya milik Madrid. Dengan kemenangan 2-1 atas Los Blancos, tim asuhan Manuel Pellegrini bukan sekadar mencuri tiga poin, tetapi juga membangun narasi bahwa dominasi di La Liga bukan lagi monopoli klub-klub besar.
Real Madrid datang ke laga ini dengan status pemuncak klasemen dan favorit kuat. Tim besutan Carlo Ancelotti membuka skor lebih dulu di menit ke-10 melalui Brahim Díaz. Pemain muda itu menerima umpan cerdik dari Ferland Mendy dan menyelesaikannya dengan tendangan mendatar yang mengecoh Rui Silva.
Namun, tuan rumah tidak menyerah begitu saja. Dukungan fanatik Betis menjadi bahan bakar bagi tim untuk bangkit. Isco, yang pernah berseragam Madrid, menunjukkan bahwa dirinya masih memiliki magis tersendiri. Dia menginisiasi serangan yang berujung pada gol penyama kedudukan di menit ke-39. Umpannya dari sisi kiri disambut Johnny Cardoso dengan sundulan yang tak mampu dijangkau Andriy Lunin.
Babak kedua menjadi panggung bagi Isco untuk benar-benar menuntaskan cerita balas dendamnya. Di menit ke-74, Betis mendapatkan penalti setelah Antonio Rüdiger menjatuhkan Jesús Rodríguez di kotak terlarang. Isco, dengan ketenangan seorang maestro, mengkonversinya menjadi gol kemenangan.
Salah satu aspek menarik dari pertandingan ini adalah kehadiran Antony. Pemain pinjaman dari Manchester United itu tidak mencetak gol atau assist, tetapi pengaruhnya terasa dalam permainan Betis. Dengan kecepatan dan kreativitasnya di sisi sayap, Antony membuat pertahanan Madrid kerepotan sepanjang pertandingan.
Banyak yang menganggap bahwa kehadiran Antony memberikan dimensi baru bagi Betis. Sejak kedatangannya, tim terlihat lebih percaya diri menghadapi tim-tim besar. Bahkan, beberapa fans berkelakar bahwa aura Antony cukup untuk menggoyahkan Madrid.
Bagi Real Madrid, kekalahan ini menjadi pukulan telak. Selain kehilangan poin, mereka juga menunjukkan kelemahan yang bisa dieksploitasi lawan-lawan berikutnya. Carlo Ancelotti, yang biasanya tenang, kali ini terlihat frustrasi. Dalam konferensi pers, ia menyebut timnya “terlalu pasif dan kurang agresif” serta mengingatkan mereka bahwa “gelar La Liga tidak akan datang dengan sikap seperti ini.”
Madrid kini harus segera berbenah, terutama karena mereka akan menghadapi Atlético Madrid di Liga Champions pekan depan. Jika tak ada perubahan, bukan tidak mungkin mereka kembali menelan kekalahan yang lebih menyakitkan.
Bagi Betis, kemenangan ini lebih dari sekadar tiga poin. Ini adalah pernyataan bahwa mereka layak diperhitungkan dalam peta persaingan La Liga. Dengan skuad yang semakin solid dan keyakinan yang terus tumbuh, Betis mungkin bukan lagi sekadar kuda hitam. Mereka adalah tim yang siap menjadi ancaman nyata bagi siapa pun, termasuk klub sebesar Real Madrid.
Pada akhirnya, dalam duel antara dua tim yang sama-sama memiliki “Real” di namanya, malam itu Betis yang membuktikan diri sebagai yang lebih nyata.(*)