Rahmah El Yunusiyyah Sang Perobek Tradisi Al-Azhar dari Padang Panjang

- Editor

Selasa, 11 November 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rahmah El Yunusiyyah

Rahmah El Yunusiyyah

Ditulis Oleh: Penta Peturun

Pramoedya.id: Bukan hanya Raden Ajeng Kartini. Indonesia kini secara resmi mengakui seorang pejuang revolusi dari tanah Sumatera, Rahmah El Yunusiyyah. Pada 10 November 2025, di momen Hari Pahlawan, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto secara resmi menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional.

Penetapan ini bukan sekadar penobatan apalagi ritual, melainkan penyaksian atas kebenaran sejarah. Ia adalah perwujudan cikal bakal emansipasi, seorang perempuan yang bertempur di medan perang, melahirkan pejuang, dan memimpin revolusi pendidikan yang menjangkau Padang Panjang hingga Kairo. Kisah perjuangan Ibunda Rahmah El Yunusiyyah dan Perguruan Diniyyah Puteri adalah rantai mutiara pencerahan yang tak mungkin dipungkiri.

Deklarasi Melawan Kasta

Jejak pencerahan itu bermula dari keberanian yang nyaris absurd. Pada 1 November 1923 di Padang Panjang, Sumatera Barat, Ibunda Rahmah mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri.

Ini adalah sekolah khusus perempuan pertama di Indonesia pada masa ketika akses pendidikan masih sangat terbatas, terlebih bagi kaum wanita. Tindakan ini merupakan deklarasi melawan keterbatasan sosial dan kasta yang mengungkung kaum hawa. Keberanian revolusioner ini tidak hanya merombak pola pikir masyarakat Sumatera kala itu, tetapi juga menanam benih bagi lahirnya generasi perempuan terpelajar, berdaya, dan siap berperan strategis dalam pembangunan bangsa. Cahaya ini memancarkan kilau, memberi ruang belajar, ruang berdiri, dan ruang berjuang bagi setiap perempuan Indonesia.

Dari Sumpah Pemuda Hingga Sumbangan Nyawa untuk TKR

Peran Diniyyah Puteri melampaui batas-batas ruang kelas. Dalam catatan sejarah kebangsaan, lingkungan perguruan ini bertransformasi menjadi markas pemikir kebangsaan dan tempat pertemuan rahasia para pejuang.

Ibunda Rahmah El Yunusiyyah secara aktif mendorong iklim yang memungkinkan lahirnya ide-ide persatuan nasional, yang puncaknya terwujud dalam Sumpah Pemuda 1928. Bahkan, sebelum Proklamasi Kemerdekaan, Ir. Soekarno sempat berkunjung ke Diniyyah Puteri, menyaksikan langsung bagaimana pendidikan yang ideal harus membangun karakter dan jiwa kebangsaan.

Kontribusi fisiknya terhadap Republik jauh lebih ekstrem. Rahmah El Yunusiyyah tercatat sebagai figur yang mendirikan Batalyon Merapi, sebuah kesatuan yang kemudian menjadi cikal bakal TKR (Tentara Keamanan Rakyat), asal mula Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Beliau mengorbankan seluruh harta benda pribadi, termasuk perhiasan yang dimilikinya, untuk membiayai pembelian senjata bagi para pejuang. Gedung perguruan dan rumahnya difungsikan sebagai dapur umum bagi logistik para pejuang. Sementara itu, para santri yang notabene adalah kaum perempuan, dilatih menjadi tenaga Palang Merah yang terjun langsung membantu korban luka di garis-garis pertempuran.

Ini bukan sekadar sejarah pendidikan. Ini adalah sejarah pengorbanan, darah, dan perintisan militer Republik.

Gagasan Padang Panjang Merobek Tradisi Al-Azhar

Dampak gerakan Rahmah El Yunusiyyah tidak berhenti di Nusantara. Murid pertamanya, Rasuna Said, kemudian juga diakui sebagai Pahlawan Nasional. Namun, pencapaian Rahmah yang paling monumental adalah secara global.

Pada tahun 1957, Rahmah El Yunusiyyah berhasil melobi dan membuka Kuliyyatul Banat di Universitas Al-Azhar, Kairo. Langkah ini sangat berani; ia menantang tradisi berusia ribuan tahun. Untuk pertama kalinya, kaum perempuan diperbolehkan untuk belajar di salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di dunia tersebut. Lima mahasiswi pertama yang mengikuti kuliah perdana pada 1958 seluruhnya adalah lulusan Diniyyah Puteri.

Dari Padang Panjang, sebuah gagasan kecil telah mengubah peradaban pendidikan Islam di tingkat global, membuka gerbang ilmu bagi jutaan perempuan di seluruh dunia.

Estafet Perjuangan: Re-Engineering Mercusuar Peradaban

Hari ini, estafet cahaya perjuangan itu berlabuh di Provinsi Lampung melalui pembukaan cabang pendidikan. Lampung kini menjadi wilayah penting, menyatukan rantai perjuangan dari Padang Panjang ke Nusantara, dan menyatu dengan tanah Sai Bumi Ruwa Jurai.

Kita hidup pada era pengisian kemerdekaan dan arus tantangan global, di mana pesantren sering mendapat sorotan negatif dan stigma yang tidak berdasar. Karena itu, Diniyyah Puteri harus kembali berdiri sebagai mercusuar peradaban yang merespons zamannya. Semangat re-engineering perguruan ini adalah kelanjutan dari revolusi pendirinya, beralih dari menyumbangkan nyawa (dulu) menjadi menyumbangkan gagasan dan terobosan (kini).

Target pembaruan hari ini berfokus pada tiga poros utama:

  1. Menjadi pusat pertemuan ulama, pemikir, tokoh, dan akademisi nasional maupun internasional.
  2. Bertransformasi menjadi pesantren mandiri yang berkontribusi aktif dalam penyelesaian persoalan kebangsaan.
  3. Melayani inovasi di bidang pendidikan, metodologi pembelajaran berbasis teknologi digital, serta menciptakan kemandirian ekonomi dan pengembangan SDM perempuan terdepan.

Melanjutkan Sejarah, Bukan Hanya Menceritakannya

Generasi yang agung bukanlah yang hanya berkata, “Inilah karya nenek moyangku,” tetapi generasi yang mampu berkata, “Inilah karyaku bagi Indonesia.” Pengakuan negara yang diberikan kepada Rahmah El Yunusiyyah adalah pemicu untuk terus bergerak.

Tugas memelihara dan melanjutkan sejarah tidak boleh berhenti di satu generasi. Selama matahari terbit di Timur dan adzan tetap dikumandangkan, Diniyyah Puteri akan terus mengepakkan dua sayapnya: membangun diri sendiri dan membangun bangsa.

Dari ruang kelas, dari mushala, dan dari ruang diskusi, Diniyyah Puteri tidak hanya mendidik perempuan. Ia membentuk fondasi peradaban. (*)

 

Berita Terkait

Republik di Atas Meja Negosiasi: Siapa Menjual, Siapa Membeli Keadilan?
Mengapa Kita Perlu ‘Gaya’ Kang Dedy?
Robusta, Kafein, dan Revolusi Senyap di Lampung
Wasiat Soemitro dan Silat Gelap Zaman  
Menggugat Taji Progresif Kejati Lampung
Cahaya dari Kamboja
PKC PMII Lampung “Serampangan”, PB Wajib Karateker
Dua Pemimpin Sama-Sama Tak Layak, PMII Bandar Lampung Harus Segera Dikarateker

Berita Terkait

Rabu, 10 Desember 2025 - 20:41 WIB

Republik di Atas Meja Negosiasi: Siapa Menjual, Siapa Membeli Keadilan?

Kamis, 4 Desember 2025 - 22:14 WIB

Mengapa Kita Perlu ‘Gaya’ Kang Dedy?

Selasa, 25 November 2025 - 19:39 WIB

Robusta, Kafein, dan Revolusi Senyap di Lampung

Senin, 17 November 2025 - 09:04 WIB

Wasiat Soemitro dan Silat Gelap Zaman  

Kamis, 13 November 2025 - 19:20 WIB

Menggugat Taji Progresif Kejati Lampung

Berita Terbaru

Lampung

Jembatan Way Kali Nurik Ambruk, BMBK Lampung Gercep Tangani

Kamis, 11 Des 2025 - 18:50 WIB

Lampung

BMBK Lampung Catat 52 Ruas Jalan Rampung Diperbaiki

Kamis, 11 Des 2025 - 18:48 WIB