Pramoedya.id: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bandar Lampung blak-blakan soal ‘dosa’ Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), atas polemik singkong di Lampung.
Ketua Cabang PMII Bandar Lampung, Dapid Novian Mastur, menegaskan bahwa pihaknya selalu bergerak berdasarkan kajian. Rantai kebijakan menyoal polemik singkong, perlu jadi perhatian khusus pemerintah lantaran menyangkut kehidupan ribuan petani yang harus menghidupi keluarganya.
“Masalah ini tidak datang tiba-tiba. Ada sebab-musababnya. Dan ujungnya, kami temukan Zulhas berada pada posisi kunci,” ujar Dapid saat ditemui tim Pramoedya.id pada Sabtu (10/5/2025).
Menurut dia, penderitaan petani singkong bermula dari dibukanya keran impor singkong dan tapioka sejak awal 2024, kala itu Zulhas masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Alhasil, sejumlah pabrik di Lampung mulai mendatangkan singkong dari luar negeri karena harganya lebih murah.
“Ini pukulan telak bagi petani. Singkong lokal tak laku, harga anjlok. Di banyak titik, harga tinggal Rp700 per kilogram. Padahal ongkos tanamnya tinggi, modalnya dari pinjaman,” jelas Dapid.
Ia menilai ada pola sistematis pengabaian terhadap jeritan petani. Dalam kajiannya, kebijakan impor singkong yang dimulai saat Zulkifli Hasan menjabat Menteri Perdagangan (2022–2024) telah menempatkan petani dalam posisi paling rentan. Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada Januari–November 2024, volume impor singkong meningkat lebih dari sembilan kali lipat secara tahunan menjadi 5.548 ton, dengan nilai mencapai sekitar Rp26,76 miliar. Mayoritas impor ini berasal dari Vietnam. Lonjakan impor ini, menyebabkan harga singkong domestik tertekan, sehingga memicu protes dari petani lokal.
“Zulhas punya semua kewenangan. Tapi tak sekalipun ia gunakan itu untuk melindungi petani, bahkan di tanah kelahirannya sendiri. Ia mengaku putra Lampung, tapi yang dia ambil cuma suaranya. Rakyatnya sendiri dibiarkan remuk,” kata Dapid.
Sekarang, lanjut Dapid, di dalam struktur pemerintahan, kebijakan impor pangan berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Pangan, jabatan yang kini dipegang oleh Zulkifli Hasan (kementerian baru di dalam kabinet Presiden Prabowo). Ia menilai, sebagai Menko Pangan, Zulkifli Hasan memiliki kewenangan yang lebih strategis untuk menutup pintu impor jika dinilai merugikan petani lokal.
“Zulkifli Hasan bisa menutup pintu itu. Tapi dia diam. Bahkan setelah Pemprov Lampung bersurat resmi, dia tetap diam,” tegas Dapid.
PMII mencatat bahwa pada Januari 2025, Pj Gubernur Lampung, Samsudin, telah melayangkan surat ke Kemenko Pangan, meminta penghentian impor singkong karena menyebabkan kerugian di tingkat petani. Namun hingga kini, surat tersebut tidak direspon dalam bentuk aturan.
Langkah Lokal tak Cukup
PMII Bandar Lampung juga menyoroti respon Pemerintah Provinsi Lampung yang dinilai masih terbatas. Pada 5 Mei 2025, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 yang menetapkan harga dasar pembelian singkong sebesar Rp1.350 per kilogram, dengan potongan maksimal 30 persen tanpa memperhitungkan kadar aci.
“Langkah ini progresif, tapi tidak cukup. Banyak pabrik melawan instruksi tersebut. Mereka lebih memilih tutup atau ambil pasokan dari luar. Karena instruksi itu tak punya kekuatan hukum di tingkat nasional,” kata Dapid.
Menurut Dapid, justru di sinilah letak pentingnya peran Menko Pangan. Zulkifli Hasan bisa saja mengambil langkah konkret seperti, menghentikan atau membatasi impor singkong bila produksi dalam negeri mencukupi.
“Kemudian, menaikkan tarif bea masuk untuk melindungi produk lokal, menerapkan sistem kuota impor sesuai kebutuhan nyata pasar. Lalu membangun cadangan pangan singkong nasional untuk stabilisasi harga,” paparnya.
Peran Ganda Zulhas
PMII juga menyoroti posisi ganda Zulhas, selain sebagai Menko Pangan, ia juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), partai yang punya basis elektoral besar di Lampung. Bahkan anak dan menantunya kini memiliki jabatan politik yang terbilang strategis.
“Mereka dipilih oleh rakyat Lampung. Tapi saat rakyatnya menderita, tak ada satu pun yang bersuara. Ini bentuk pengkhianatan terhadap suara rakyat,” ujar Dapid.
Mengapa PAN?
Karena semua upaya formal tidak digubris, PMII menyatakan akan mengambil langkah gerakan jalanan. Mereka akan mengkonsolidasi massa dalam jumlah besar untuk menggelar aksi di kantor PAN Lampung sebagai bentuk protes langsung terhadap peran Zulhas.
“Kami akan duduki kantor PAN. Ini bukan sekadar aksi simbolik. Ini kemarahan rakyat. Jika Zulhas terus abai, maka rakyat Lampung berhak marah dan menuntut. Langkah ini harus diambil agar jeritan ribuan petani Lampung bisa langsung didengar oleh Zulhas yang notabene merupakan Menko Pangan sekaligus Ketua Umum PAN,” tutup Dapid. (*)