Nasib Petani Singkong Terombang-ambing, Lampung Desak Pusat Ambil Alih Harga Tapioka

- Editor

Rabu, 30 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gubernur Lampung, RMD.

Gubernur Lampung, RMD.

Persoalan harga singkong tak kunjung selesai. Di Lampung, sang raja ubi kayu, petani hanya bisa gigit jari saat harga amblas dan pabrik menentukan nasib mereka.

Pramoedya.id: Pemerintah Provinsi Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD setempat akhirnya angkat tangan. Mereka mendesak pemerintah pusat segera turun tangan menuntaskan konflik harga dan tata niaga ubi kayu yang kian memojokkan petani.

Desakan itu disampaikan dalam rapat daring terbatas dengan sejumlah kementerian, Selasa, 29 April 2025. Ketua Pansus, Mikdar Ilyas, menyebut dua hal yang tak bisa diputuskan di daerah yakni standar harga dan kadar aci singkong.

“Selama dua masalah ini tak diselesaikan Kementerian, petani dan pabrik tak akan pernah sepakat. Daerah tak punya kewenangan menetapkan harga nasional,” kata Mikdar seusai rapat, Rabu (30/4/2025).

Sejak awal April, harga singkong di Lampung anjlok hingga Rp1.100 per kilogram, dengan potongan kadar air (rafaksi) yang mencapai 30 hingga 38 persen. Artinya, petani hanya menerima Rp400–Rp500 per kilogram, jauh dari harga pokok produksi.

Padahal, pada 31 Januari lalu, petani dan pelaku industri telah menyepakati harga Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen. Kesepakatan yang belakangan dilanggar sepihak oleh industri, kata Mikdar.

Menurutnya, pabrik menolak harga tinggi karena hasil produksinya tak mampu bersaing dengan tepung tapioka impor maupun dari provinsi lain.

“Kalau harga tidak rasional, pabrik memilih berhenti produksi. Akibatnya, Lampung yang menyumbang 70 persen produksi tapioka nasional, justru tak laku,” tambahnya.

Dalam rapat yang dihadiri para deputi dan direktur dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bappenas, hingga Badan Ketahanan Pangan Nasional, Pemprov Lampung menuntut kepastian dalam dua-tiga hari ke depan.

“Kalau pemerintah pusat menetapkan harga, pabrik akan mengikuti. Tapi selama diserahkan ke mekanisme pasar, petani selalu jadi korban,” kata Mikdar, yang juga politisi Partai Gerindra.

Sementara itu, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menyoroti bahwa ketimpangan harga ini tidak lepas dari struktur industri yang oligopolistik. Selama puluhan tahun, industri singkong di Lampung didominasi produsen besar yang mengolahnya menjadi tepung tapioka.

“Karena hanya segelintir pabrik, mereka bisa atur harga sesuka hati. Petani tak punya pilihan lain,” kata Rahmat.

Lampung masih memimpin produksi ubi kayu nasional, menyumbang 39 persen dari total produksi Indonesia. Tahun lalu, Lampung menghasilkan lebih dari 6,7 juta ton singkong, dengan Lampung Tengah sebagai lumbung terbesarnya. Namun, nilai tambah yang dirasakan petani nyaris tak berubah sejak puluhan tahun lalu.

Merespons krisis harga ini, Pemprov Lampung mulai membangun strategi hilirisasi di tingkat desa.

“Kami dorong industri turun ke desa agar nilai tambah bisa langsung dinikmati petani. Hilirisasi bukan hanya meningkatkan daya saing, tapi juga menstabilkan harga,” kata Rahmat.

Hilirisasi singkong juga sejalan dengan Asta Cita kelima pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka: pengembangan industri berbasis sumber daya alam. Singkong, menurut Rahmat, bukan hanya bisa jadi tepung tapioka, tapi juga bahan baku bioetanol.

“Kalau kita serius, singkong bisa jadi bahan bakar minyak. Ini peluang menuju energi hijau dan kemandirian nasional,” tutupnya. (*)

 

Berita Terkait

LDS Tempa Gen Z di Kemiling
Dinas BMBK Raih SAKIP Award Predikat BB
G-PAK Minta Kejagung Usut Dugaan Korupsi Proyek Jalan BPJN Lampung
UIN RIL Terima Kunjungan Pelajar Thailand, Pamer Peringkat Kampus Hijau
Menginspirasi: Supron Ridisno, Difabel Netra Raih Disertasi Terbaik UIN RIL
UIN RIL Wisuda 1.587 Alumni, Rektor: Jadilah Pelaku Perubahan, Bukan Korban Disrupsi AI
Dies Natalis Klasika: Meneguhkan Solidaritas dan Merawat Tradisi Intelektual
Usai Kebakaran Telan Korban, Wali Kota Balam Ingatkan Warga Waspadai Listrik

Berita Terkait

Minggu, 19 Oktober 2025 - 01:25 WIB

LDS Tempa Gen Z di Kemiling

Jumat, 17 Oktober 2025 - 20:17 WIB

Dinas BMBK Raih SAKIP Award Predikat BB

Jumat, 17 Oktober 2025 - 18:43 WIB

G-PAK Minta Kejagung Usut Dugaan Korupsi Proyek Jalan BPJN Lampung

Jumat, 17 Oktober 2025 - 18:37 WIB

UIN RIL Terima Kunjungan Pelajar Thailand, Pamer Peringkat Kampus Hijau

Jumat, 17 Oktober 2025 - 18:33 WIB

Menginspirasi: Supron Ridisno, Difabel Netra Raih Disertasi Terbaik UIN RIL

Berita Terbaru

Lampung

LDS Tempa Gen Z di Kemiling

Minggu, 19 Okt 2025 - 01:25 WIB

Lampung

Dinas BMBK Raih SAKIP Award Predikat BB

Jumat, 17 Okt 2025 - 20:17 WIB