Ditulis Oleh: Suhartono, M.Pd.I (Dosen Universitas Nurul Huda)
Pramoedya.id: Era disrupsi ditandai dengan perubahan cepat dalam berbagai aspek kehidupan akibat kemajuan teknologi, digitalisasi, dan globalisasi. Pendidikan Islam, yang sejak lama menjadi benteng moral bangsa, kini menghadapi tantangan serius untuk tetap relevan. Jika tidak mampu beradaptasi, pendidikan Islam akan tertinggal dan kehilangan perannya dalam membentuk generasi yang unggul dan berakhlak mulia.
Saya berpendapat bahwa membangun paradigma pendidikan Islam berbasis Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) An-Nahdliyah adalah jawaban strategis menghadapi era disrupsi. Paradigma Aswaja yang moderat, toleran, seimbang, dan adil dapat menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan Islam yang adaptif terhadap kemajuan teknologi, namun tetap berakar pada nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.
Pertama, prinsip Aswaja memberikan kerangka berpikir yang tidak kaku, tetapi tetap berpijak pada ajaran Islam yang otentik. Dengan sifatnya yang moderat (tawassuth), seimbang (tawazun), dan toleran (tasamuh), pendidikan Islam dapat membuka ruang dialog dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern tanpa harus kehilangan identitasnya. Paradigma ini penting untuk menjaga keseimbangan antara teks agama dan konteks zaman.
Kedua, era disrupsi membutuhkan generasi yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga memiliki akhlak mulia. Pendidikan berbasis Aswaja An-Nahdliyah menekankan keseimbangan antara ilmu dan amal, antara penguasaan intelektual dan pembentukan karakter. Dengan demikian, output pendidikan Islam tidak hanya melahirkan tenaga profesional, tetapi juga insan berkepribadian religius yang siap menghadapi dinamika zaman.
Ketiga, Aswaja mampu menjadi benteng dari dua kutub ekstrem yang muncul di era disrupsi: fundamentalisme yang eksklusif dan liberalisme yang melepaskan diri dari nilai agama. Pendidikan Islam berbasis Aswaja menawarkan jalan tengah, yaitu progresif tetapi tetap berpijak pada nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Hal ini relevan untuk menjaga harmoni sosial dalam masyarakat Indonesia yang plural.
Keempat, paradigma pendidikan Islam berbasis Aswaja An-Nahdliyah juga mendukung penguatan identitas kebangsaan. Nilai-nilai Aswaja yang inklusif dan adaptif selaras dengan Pancasila dan semangat persatuan Indonesia. Di tengah derasnya arus globalisasi, pendidikan Islam berbasis Aswaja menjadi fondasi untuk mencetak generasi yang tidak tercerabut dari akar tradisi, tetapi tetap mampu bersaing di kancah global.
Dengan demikian, paradigma pendidikan Islam berbasis Aswaja An-Nahdliyah adalah kunci dalam menghadapi era disrupsi. Ia mampu menyatukan antara tradisi dan modernitas, antara ilmu agama dan sains, serta antara spiritualitas dan teknologi. Pendidikan semacam ini akan melahirkan generasi yang moderat, kreatif, inovatif, dan berakhlak.
Sudah saatnya lembaga pendidikan Islam melakukan rekonstruksi paradigma dengan menjadikan Aswaja An-Nahdliyah sebagai landasan utama. Melalui langkah ini, pendidikan Islam tidak hanya mampu bertahan di era disrupsi, tetapi juga tampil sebagai penggerak perubahan yang membawa. (*)