Pramoedya.id: Dunia internasional kembali terguncang oleh ledakan diplomasi dari konflik Israel-Palestina. Gelombang kecaman datang dari beberapa negara Eropa, termasuk Inggris, Prancis, Spanyol, hingga Irlandia, yang menyebut operasi militer Israel di Gaza sebagai tindakan yang berpotensi masuk kategori genosida. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menepis tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai “fitnah berbahaya” dan “kemenangan propaganda Hamas.”
Pernyataan paling tegas datang dari mantan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, yang menyebut operasi Israel sebagai “pembersihan etnis terbesar sejak Perang Dunia II.” Ia menilai serangan terhadap warga sipil, hancurnya infrastruktur dasar, serta blokade total atas bantuan kemanusiaan sebagai bentuk “genosida yang terang-terangan.”
Borrell bukan satu-satunya. Parlemen Irlandia bahkan mendesak pemerintahnya untuk mengajukan gugatan resmi ke Mahkamah Internasional, menyusul keputusan Jaksa ICC yang mengajukan surat penangkapan terhadap Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Tuduhan yang diajukan adalah kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Netanyahu Membalas Tajam
Netanyahu tak tinggal diam. Dalam pidatonya di Knesset, ia menyebut para pemimpin Eropa sebagai “boneka moral” yang membiarkan terorisme berkembang. “Mereka berdiri di sisi sejarah yang salah. Israel tidak berperang melawan warga Gaza, kami berperang melawan teror,” katanya. Ia juga menuduh ICC “antisemitik” dan bertekad tidak akan tunduk pada tekanan internasional.
Netanyahu juga mengecam media Barat yang dinilainya “bias” dan tidak menampilkan konteks serangan Hamas pada 7 Oktober 2024 lalu, yang diklaim Israel menewaskan lebih dari 1.000 warga sipil.
Eropa Terbelah, Dunia Gelisah
Di Eropa, retakan politik mulai terlihat. Beberapa negara seperti Jerman tetap mempertahankan posisi pro-Israel, menghindari istilah “genosida” dan lebih memilih istilah “ekses tragis dari konflik.” Namun, gelombang protes publik di jalanan kota-kota besar seperti Paris, London, dan Dublin terus menekan pemerintah untuk mengambil sikap lebih keras terhadap Tel Aviv.
Sementara itu, negara-negara Global South, termasuk Afrika Selatan, Bolivia, dan sejumlah negara Arab, menyerukan embargo senjata terhadap Israel dan mendorong boikot diplomatik dalam forum internasional.(*)