80 Tahun Merdeka: Indonesia di Lautan Merah Putih, Ombak Bendera Bajak Laut

- Editor

Minggu, 17 Agustus 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jolly Roger One Piece antara hiburan, sejarah, dan kesadaran budaya. Lautan imajinasi yang menyapa daratan.

Jolly Roger One Piece antara hiburan, sejarah, dan kesadaran budaya. Lautan imajinasi yang menyapa daratan.

Pramoedya.id: Di pelabuhan kecil, jalan desa jauh dari hiruk pikuk kota, hingga di sudut warung kopi yang memutar drama bajak laut Jepang, bendera hitam bergambar tengkorak dari manga One Piece berkibar di Indonesia. Anak-anak menempelkannya di tas sekolah, pedagang memajangnya di lapak baju, komunitas motor hingga sopir truk menjadikannya lambang persaudaraan. Fenomena ini bukan sekadar tren pop culture. Ia adalah penanda bagaimana narasi hiburan lintas benua bisa menancapkan simbol di ruang sosial yang bahkan jauh dari laut lepas.

Di pagi yang masih muda, cahaya matahari menimpa tanah air seperti doa yang tak pernah berhenti sejak 17 Agustus 1945. Delapan puluh tahun sudah Republik ini menapaki jalan panjang. Penuh darah, keringat, dan air mata, menuju tegaknya sebuah nama: Indonesia.

Di setiap kampung, kota, hingga pulau terluar, merah putih berkibar. Bukan hanya di tiang resmi, bukan sekadar di halaman kantor dan sekolah, tapi juga di warung kopi, perahu nelayan, balkon rumah susun, dasar laut, hingga puncak gunung. Dan di sela-sela merah putih itu, ada yang mencuri mata: bendera bajak laut dari dunia One Piece. Tengkorak dengan senyum lebar yang mengenakan topi jerami, khas kepunyaan Luffy dan krunya.

Bagi sebagian orang, itu hanya tren anak muda. Namun di balik itu, aku melihatnya sebagai metafora. Seperti Luffy dan krunya yang berlayar menembus badai demi mimpi, rakyat Indonesia pun berlayar dalam sejarah: menantang kolonialisme, kemiskinan, dan kebodohan. Kita semua, tanpa sadar, adalah nakhoda dan awak kapal yang sama, mencari “One Piece” kita sendiri. Kemerdekaan yang sejati, yang tak hanya tercetak di undang-undang, tetapi hidup di perut yang kenyang, pikiran yang merdeka, dan hati yang berani berkata benar.

Jejak Bajak Laut dalam Sejarah Islam dan Nusantara

Dalam sejarah, Islam mengenal pejuang laut yang tak sekadar “perompak” dalam kacamata Barat, melainkan pelindung jalur dagang sekaligus pengangkut dakwah. Abad ke-16 mencatat armada laut Kesultanan Aceh, Ternate, hingga Makassar, yang berani menantang Portugis dan VOC.

Simbol bajak laut dalam tradisi Islam klasik memang tak pernah berbentuk tengkorak, melainkan panji tauhid atau tanda geometris khas dunia Islam. Namun catatan tentang pelaut Muslim di Laut Tengah dan Samudera Hindia menyebut penggunaan simbol mata tunggal, bukan dalam arti kejahatan, melainkan perlambang ‘Ayn al-Basirah, mata batin yang awas.

One Piece: Fiksi Jepang, Mitologi Global

Eiichiro Oda, pencipta One Piece, membangun dunia bajak lautnya dari campuran mitos, sejarah, dan fantasi. Karakter seperti Luffy hingga bajak laut bermata satu lahir dari sintesis bajak laut Karibia, samurai Jepang, hingga legenda Islam-Eropa. Bajak laut bermata satu di dunia nyata sering dikaitkan dengan luka perang laut, atau simbol penglihatan yang “tidak sempurna di dunia, tapi sempurna dalam visi.”

Narasi One Piece pun tak sepenuhnya asing bagi budaya maritim Nusantara: lautan sebagai ruang ujian moral, persaudaraan pelaut lintas etnis, hingga pencarian “harta karun” yang kerap lebih batin ketimbang materi.

Mengapa Jolly Roger One Piece Marak di Indonesia?

Ekonomi kreatif mulai dari kaos hingga aksesori, dibanjiri banyak hal dari manga dan anime One Piece. Romantisme tentang kebebasan Luffy dan krunya digambarkan menolak otoritas zalim.

Di negeri dengan sejarah panjang kolonialisme dan ketimpangan, narasi ini menemukan gema emosional. Dari anak motor, nelayan, hingga komunitas online, bendera ini dipakai sebagai lambang keluarga dan persaudaraan. Ya, Indonesia memang cukup identik dengan hal macam itu.

Refleksi Kultural: Antara Hiburan dan Penanaman Nilai

Di titik ini, kita mesti bersikap seperti pelaut bijak: membaca arah angin. Fenomena ini bukan sekadar hiburan, tapi potret bagaimana generasi muda mengadopsi simbol tanpa selalu memahami akarnya. Bendera bisa jadi medan tafsir terbuka: ia bisa berarti perlawanan, persaudaraan, atau sekadar dekorasi.

“Lautan bukan hanya air, tetapi rahasia. Perahu bukan hanya kayu, tetapi takdir yang kau layarkan,” tulis seorang mahasiswa IKJ. Begitu pula simbol: ia bisa membawa kebebasan, atau sekadar kebingungan, tergantung siapa yang memegang tiangnya.

Mengibarkan Panji dengan Kesadaran

Maraknya Jolly Roger One Piece atau tepatnya bendera Bajak Laut Topi Jerami di Indonesia adalah gejala globalisasi simbol: cepat, masif, lintas makna. Sebagai bangsa maritim dengan sejarah panjang panji laut, kita punya narasi heroik yang tak kalah kuat.

Mengibarkan bendera, apa pun warnanya, mestinya bukan hanya soal tren, tapi juga soal nilai, kesadaran, dan kebanggaan pada akar budaya sendiri. Dan pada akhirnya, merah putih tetaplah panji tertinggi di jiwa semesta, tempat tanah lahir beta.

Di ulang tahun ke-80 Republik, mari kita rayakan bukan hanya panjang usia negara, tapi juga panjang napas rakyat yang setia mendayung. Kibarkan merah putih setinggi mungkin, dan jika di sampingnya berkibar bendera dunia One Piece, biarlah itu jadi pengingat: perjuangan adalah pelayaran yang tak pernah selesai.

Selamat ulang tahun ke-80, Indonesia. Semoga lautmu tak lagi keruh oleh korupsi, semoga anginmu tak lagi terhenti oleh kepentingan segelintir orang, dan semoga layar kapal kita selalu mengembang, menuju daratan yang bernama keadilan dan kemakmuran.

Sejarah mengajarkan: bendera adalah doa yang berkibar. Di tangan pelaut yang sadar, ia adalah panggilan pulang bagi rakyat semesta. Di tangan yang lalai, ia hanyalah kain tertiup angin.(*)

Oleh: Penta Peturun
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan RI

Berita Terkait

Republik di Atas Meja Negosiasi: Siapa Menjual, Siapa Membeli Keadilan?
Mengapa Kita Perlu ‘Gaya’ Kang Dedy?
Robusta, Kafein, dan Revolusi Senyap di Lampung
Wasiat Soemitro dan Silat Gelap Zaman  
Menggugat Taji Progresif Kejati Lampung
Rahmah El Yunusiyyah Sang Perobek Tradisi Al-Azhar dari Padang Panjang
Cahaya dari Kamboja
PKC PMII Lampung “Serampangan”, PB Wajib Karateker

Berita Terkait

Rabu, 10 Desember 2025 - 20:41 WIB

Republik di Atas Meja Negosiasi: Siapa Menjual, Siapa Membeli Keadilan?

Kamis, 4 Desember 2025 - 22:14 WIB

Mengapa Kita Perlu ‘Gaya’ Kang Dedy?

Selasa, 25 November 2025 - 19:39 WIB

Robusta, Kafein, dan Revolusi Senyap di Lampung

Senin, 17 November 2025 - 09:04 WIB

Wasiat Soemitro dan Silat Gelap Zaman  

Kamis, 13 November 2025 - 19:20 WIB

Menggugat Taji Progresif Kejati Lampung

Berita Terbaru

Lampung

Jembatan Way Kali Nurik Ambruk, BMBK Lampung Gercep Tangani

Kamis, 11 Des 2025 - 18:50 WIB

Lampung

BMBK Lampung Catat 52 Ruas Jalan Rampung Diperbaiki

Kamis, 11 Des 2025 - 18:48 WIB