Pramoedya.id: Di tengah panasnya situasi politik dan perang di Gaza, sebuah pemandangan tak biasa muncul di Israel: ratusan remaja memilih menolak wajib militer. Mereka bukan hanya menolak seragam hijau khas IDF, tapi juga label moral yang melekat pada institusi militer itu, Jumat (5/9/2025).
“Saya lebih baik dipenjara daripada membunuh anak-anak,” kata Iddo Elam, 18 tahun, yang kini viral setelah menyatakan secara terbuka alasan penolakannya. Ucapannya di media sosial Israel, memantik diskusi keras banyak kelompok.
Fenomena ini bukan berdiri sendiri. Ada jaringan bernama Mesarvot, yang khusus mendampingi remaja-remaja penolak wajib militer alias refusenik. Mereka membantu urusan hukum, advokasi, sampai dukungan mental bagi anak-anak muda yang berani menentang arus nasionalisme.
Salah satu yang paling ramai disorot adalah Tal Mitnick, juga berusia 18 tahun, yang sudah merasakan dinginnya sel penjara 30 hari gara-gara menolak ikut IDF. Tal dengan santai bilang: “Pembantaian tidak akan pernah menyelesaikan pembantaian.”
Meski jumlahnya masih minoritas dibandingkan generasi sebaya yang patuh ikut wajib militer, tren ini disebut “eksponensial” oleh pengamat. Banyak remaja usia 16–17 tahun mulai terang-terangan menolak, bukan hanya karena alasan moral, tapi juga politik: perang dianggap sia-sia, penuh balas dendam, dan malah membahayakan sandera Israel yang masih ditahan Hamas.
Tentu saja, langkah ini tidak ringan. Hukuman penjara, stigma sosial, hingga label “pengkhianat bangsa” menunggu mereka. Namun, di sisi lain, kelompok ini sedang membentuk wajah baru anak muda Israel yang berani menyebut IDF bukan lagi benteng keamanan, melainkan bagian dari mesin kekerasan.(*)