Pramoedya.id: Ketua Komisi III DPRD Kota Bandar Lampung, Agus Djumadi, menyatakan dukungan terhadap langkah tegas Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) untuk menertibkan bangunan tiga lantai di Jalan Sultan Agung, Way Halim, yang jelas menabrak aturan tata ruang kota.
Agus menilai, proses penegakan aturan mesti dikawal agar tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Menurutnya, dewan akan berkoordinasi dengan Dinas Perkim untuk menggali informasi secara menyeluruh sebelum pembahasan lebih lanjut.
“Kami akan pelajari dan berkoordinasi dengan Dinas Perkim agar penanganannya tidak abu-abu. Kalau memang melanggar dan sudah diberi peringatan tapi tidak digubris, maka harus dibongkar,” kata Agus saat dikonfirmasi, Selasa (29/7/2025).
Berdasarkan pantauan terkahir, pembangunan gedung berlangsung seperti biasanya. Tampak pekerja di lokasi menganyam besi dan mempersiapkan pengecoran lantai 3. Padahal, pihak Pemkot telah melarang aktivitas di bangunan tersebut.
Sebelumnya diberitakan, sebuah bangunan tiga lantai yang berada di tepi Jalan Sultan Agung, Way Halim, Bandar Lampung, terang-terangan melanggar aturan. Tak hanya itu, larangan penutupan sementara hingga instruksi pembongkaran sudah dilayangkan Pemkot Bandar Lampung ke pemilik, namun berdasarkan pantauan sejak Senin hingga Rabu (21-23/7/2025), terlihat aktivitas pekerja berjalan dengan normal.
Dari berbagai informasi yang dihimpun, bangunan yang rencananya akan beroperasi sebagai kostel tersebut, diketahui milik Devilson yang berkantor di depan Bank BCA Antasari, Bandar Lampung.
Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Bandar Lampung, secara tegas menyebut adanya pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB).
Kepala Dinas Perkim, Yusnadi Ferianto, mengatakan telah berkali-kali menegur. Bahkan, surat teguran terakhir dikirimkan pada awal Juli 2025.
“Sudah tiga kali kami surati. Mereka awalnya mengaku akan membongkar sendiri. Tapi sampai sekarang belum ada tindakan,” ujar Yusnadi saat diwawancarai di ruang kerjanya.
Bangunan berdiri hanya beberapa meter dari badan jalan. Padahal dalam dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR), lokasi tersebut memiliki GSB minimal 22 meter. Pelanggaran ini bertentangan terhadap Perda RTRW Nomor 10 Tahun 2011 serta Peraturan Menteri PUPR No. 20 Tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung.
Saat pengajuan, lanjut Yusnadi, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), kondisi lahan masih kosong dan izin dikeluarkan sesuai ketentuan yang berlaku saat itu. Namun setelah bangunan berdiri, ditemukan pelanggaran teknis yang signifikan.
“Kami tidak dalam posisi mendorong orang untuk melanggar. Justru kami sudah keluarkan PBG-nya di awal 2024, dan pelanggaran baru ketahuan setelah bangunan naik,” tambahnya.
Soal kelanjutan penindakan, Yusnadi menyebut pihaknya akan menggelar rapat penertiban teknis pada awal Agustus 2025. Jika pemilik tak kunjung membongkar, pemkot disebut akan mengambil tindakan paksa.
“Kalau tidak dibongkar sendiri, akan kami bongkar. Tapi kami juga butuh proses karena ini harus melibatkan lintas dinas. Ada tim dari pemkot, termasuk bagian penegakan perda,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ali Heri yang mengaku sebagai penanggung jawab material, membenarkan bahwa pihak dinas telah melakukan pengukuran jarak. Ia menyebut bahwa Dinas Perkim dan pemilik bangunan telah bertemu, serta menyepakati bahwa bagian sudut bangunan dikurangi 1 meter.
“Iya, tempo hari sudah diukur. Ketemu lah jarak 9 meter dari ketentuan. Nah, bos sama bos ini udah ketemu, kami hanya diminta kurangi 1 meter biar ketemu 10 meter,” jelas dia.(*)