Pramoedya.id: Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandar Lampung menegaskan bahwa seluruh SD dan SMP negeri dilarang membicarakan soal uang komite kepada wali murid dalam waktu dekat, Minggu (6/7/2025).
Kebijakan ini diambil menyusul belum adanya keputusan resmi atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan dasar diselenggarakan tanpa pungutan biaya.
“Sudah kami sampaikan secara lisan, sekolah-sekolah negeri agar jangan dulu bicara soal iuran komite. Kita masih menunggu keputusan pimpinan dan regulasi dari pusat,” ujar Kepala Bidang Pendidikan Dasar Disdik Bandar Lampung, Mulyadi.
Putusan MK Nomor 3/PUU‑XXIII/2024 yang dibacakan pada 27 Mei lalu mempertegas bahwa sekolah dasar dan menengah pertama, baik negeri maupun swasta, tidak boleh lagi memungut biaya pendidikan. Negara, kata MK, wajib menjamin pendidikan dasar gratis tanpa memaknai amanat UUD 1945 secara sempit.
Meski demikian, Mulyadi menyebut bahwa kebijakan di tingkat kota belum bisa diputuskan dalam waktu dekat. Menurutnya, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang ada saat ini belum cukup untuk menjamin kualitas pendidikan tanpa dukungan dari iuran komite.
“Sebenarnya ada pemikiran untuk menetapkan pagu tertinggi, misalnya Rp1 juta per tahun. Tapi itu baru ide pribadi, belum dibahas resmi dengan kepala sekolah atau ahli,” tambahnya.
Berbeda dengan Pemerintah Provinsi Lampung yang berani menerapkan kebijakan pendidikan gratis karena memiliki dana BOS Daerah (BOSDA), Pemkot Bandar Lampung tidak memiliki alokasi anggaran serupa.
“Gubernur baru mungkin punya anggaran. Kita tidak. Ini juga jadi kendala,” ujar Mulyadi.
Pihaknya menyebut bahwa kebijakan resmi baru akan diumumkan, setelah Disdik melakukan konsultasi teknis bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan para pakar pendidikan.
Diketahui, selama ini sekitar 70 persen siswa SD dan SMP negeri di Bandar Lampung telah masuk dalam program Billing atau bebas iuran yang dibiayai pemerintah. Hanya sekitar 30 persen yang masih dikenai iuran komite.
Namun, putusan MK kini juga menyasar sekolah swasta, termasuk yang dikelola ormas seperti Muhammadiyah dan NU. Hal ini memunculkan kebingungan baru, sebab belum ada aturan teknis yang membedakan antara sekolah swasta yang wajib gratis dan yang masih boleh memungut biaya karena status “nonbantuan”.
Ketua Komisi X DPR RI sebelumnya menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, namun implementasinya tetap menunggu kesiapan anggaran serta aturan pelaksana dari pemerintah pusat maupun daerah.(*)