Demi Statistik, Orang Miskin Dilarang Konsumsi Nasi dan Kopi

- Editor

Kamis, 31 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Ilustrasi

Foto: Ilustrasi

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025. Seperti biasa, angka kemiskinan jadi bahan analisis, bahan rapat, dan kemudian jadi bahan pamer. Tapi yang bikin ramai tahun ini bukan sekadar berapa juta rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Melainkan: apa saja yang mereka makan.

Pramoedya.id: Menurut Susenas, penyumbang utama garis kemiskinan Indonesia adalah: Beras 21,06% di kota, 24,91% di desa. Rokok kretek filter 10,72% di kota, 9,99% di desa. Telur ayam ras 4,50% di kota, 3,62% di desa. Kopi sachet sekitar 2,3%. Mi instan sekitar 2,4% di kota, 2,1% di desa.

Narasi resminya: kemiskinan bukan hanya soal rendahnya pendapatan, tapi juga soal “pola konsumsi yang tidak tepat”. Dengan kata lain: masyarakat miskin itu salah belanja. Mereka miskin, karena tidak bisa mengatur diri. Bukan karena sistem ekonomi timpang, bukan karena upah murah, bukan karena harga pangan tinggi, tapi karena mereka masih beli nasi, telur, kopi sachet, dan tentu saja… rokok.

Dari sini kita bisa simpulkan satu hal penting: demi statistik, rakyat dilarang konsumsi nasi dan kopi.

Kalau Mau Miskin, Miskinlah yang Tertib

Mari kita uji logika ini. Nasi yang merupakan makanan pokok sejuta umat, ternyata penyumbang utama garis kemiskinan.

Jadi, jangan makan nasi, makanlah ubi panggang aromaterapi yang ditaburi rempah dari Maroko. Lokal, sehat, dan pastinya tidak dimakan rakyat biasa.

Rokok kretek filter, meskipun mengalirkan triliunan rupiah ke kas negara melalui cukai, tetap dicap biang keladi kemiskinan. Solusinya? Mungkin BPS bisa mengusulkan pembatasan konsumsi: “Rokok ini hanya untuk yang penghasilannya di atas UMR.”

Lalu kopi sachet. Yang harganya seribuan, yang dibeli warung demi warung, dan jadi teman begadang tukang ojek, buruh proyek, dan ibu rumah tangga. Kalau ini pun dianggap sumber masalah, rakyat disuruh ngopi pakai V60?

Telur ayam, sumber protein paling realistis buat kelas bawah, juga masuk daftar terlarang. Apakah rakyat miskin disuruh balik ke lauk garam?

Dan terakhir, mi instan. Makanan penyelamat tanggal tua. Cepat, murah, dan membuatmu merasa kenyang secara spiritual. Tapi negara tampaknya lebih suka rakyat miskin makan data mentah. Meski tidak bergizi, tapi bersih dari statistik.

Miskin Itu Gak Boleh Nikmat

Logika statistik ini, kalau dibaca lurus-lurus, akan menghasilkan satu pedoman hidup baru: Rakyat miskin boleh hidup, asal tidak menikmati hidup.

Nikmat itu komoditas mahal, dan dalam ekonomi kita, ia bukan hak semua orang. Jadi jika kamu miskin, sebaiknya: Jangan makan nasi (terlalu dominan dalam struktur konsumsi). Jangan beli rokok (nanti dimarahin negara). Jangan minum kopi sachet (itu bukan minuman, itu jebakan). Jangan makan telur (protein mewah). Jangan rebus mi instan (praktis tapi penuh dosa statistik).

Makanlah laporan tahunan. Seduhlah infografis. Kukuslah garis kemiskinan. Karena itu semua lebih menyehatkan buat rapor pemerintah.

Statistik Turun, Perut Tetap Kosong

Susenas boleh mencatat apapun. Tapi hidup rakyat tak bisa direduksi jadi tabel excel. Yang bikin rakyat miskin bukan karena mereka minum kopi sachet, tapi karena sistem ekonomi menyeduh ketimpangan sejak lama. Yang bikin lapar bukan mi instan, tapi upah yang tak pernah naik, sementara harga terus melayang.

Jadi jika pemerintah ingin mengurangi kemiskinan, bukan kopinya yang harus dihentikan, tapi kebijakan yang cuma menakar rakyat lewat angka, bukan lewat rasa kenyang.

Sebab di negeri ini, yang diminta puasa bukan pejabat, tapi rakyat.
Dan semua itu… demi statistik.(*)

Berita Terkait

Mengukur Ketakutan Negara pada SGC
Dari Peluit Tilang ke Peluit Kick-Off: Ketika Polisi Main Bola
Pensiun Dini Demi Jabatan: Etika Militer dalam Cengkeraman Politik Sipil
Tata Ruang di Kavling Bos: Cerita Bangunan Haram Sultan Agung
Fitrianita Damhuri Dipaksa “Menelantarkan” Disaat Hari Nasional Anak
Perselingkuhan Pemda Lamteng: Janji Pahit di Tengah Kebun Tebu
Silat Lampung di Ambang Senja, Kala Warisan Lokal Tercekik di Tanah Sendiri
Dari Kacamata Ferry Irwandi: Kasus Tom Lembong dan Absennya Niat Jahat

Berita Terkait

Kamis, 31 Juli 2025 - 10:29 WIB

Demi Statistik, Orang Miskin Dilarang Konsumsi Nasi dan Kopi

Rabu, 30 Juli 2025 - 01:35 WIB

Mengukur Ketakutan Negara pada SGC

Selasa, 29 Juli 2025 - 12:34 WIB

Dari Peluit Tilang ke Peluit Kick-Off: Ketika Polisi Main Bola

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:18 WIB

Pensiun Dini Demi Jabatan: Etika Militer dalam Cengkeraman Politik Sipil

Jumat, 25 Juli 2025 - 19:34 WIB

Tata Ruang di Kavling Bos: Cerita Bangunan Haram Sultan Agung

Berita Terbaru

Foto: Ilustrasi

Perspektif

Demi Statistik, Orang Miskin Dilarang Konsumsi Nasi dan Kopi

Kamis, 31 Jul 2025 - 10:29 WIB

Ilustrasi

Perspektif

Mengukur Ketakutan Negara pada SGC

Rabu, 30 Jul 2025 - 01:35 WIB

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, ketika konferensi pers.

Lampung

Nusron Sebut Korporasi di Lampung Abai Terhadap Rakyat

Selasa, 29 Jul 2025 - 19:31 WIB