Ketika HP Harus ‘Sekolah’: Sosial Eksperimen di Kelas Gen Z

- Editor

Jumat, 7 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pramoedya.id: Pada Maret hingga Mei 2025, sekolah-sekolah di Lampung akan menjadi laboratorium sosial bagi sebuah kebijakan yang menarik: pembatasan penggunaan telepon seluler atau smartphone bagi siswa SMA sederajat dan guru.

Menindaklanjuti instruksi Gubernur Lampung, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung telah menerbitkan surat edaran yang mengatur hal ini, dengan tetap membuka celah bagi penggunaan HP dalam kegiatan belajar, jika dibutuhkan sebagai penunjang pelajaran. Lebih dari sekadar aturan, kebijakan ini adalah eksperimen yang menguji dinamika pendidikan di era digital.

Langkah ini tidak serta-merta melarang, tetapi membatasi. Sekolah diminta menyediakan tempat penitipan HP bagi siswa, seolah-olah menegaskan bahwa gawai bukanlah musuh, melainkan sesuatu yang perlu dikendalikan. Setelah tiga bulan, kebijakan ini akan dievaluasi—apakah benar HP lebih banyak mendistraksi, atau justru selama ini kita hanya kurang bijak dalam mengelolanya?

Bagi Gen Z, HP bukan sekadar alat komunikasi, tetapi perpanjangan dari identitas sosial mereka. Sejak kecil, mereka tumbuh di era konektivitas tanpa batas, di mana informasi tersedia dalam hitungan detik, dan interaksi sosial lebih banyak terjadi di dunia maya ketimbang di bangku sekolah. Memisahkan mereka dari HP secara mendadak bukan hanya persoalan kebiasaan, tapi juga menyentuh aspek psikologis mereka.

Sejumlah studi menunjukkan bahwa pembatasan HP bisa meningkatkan konsentrasi dan prestasi akademik. London School of Economics, misalnya, menemukan bahwa larangan HP di sekolah meningkatkan nilai siswa, terutama mereka yang sebelumnya memiliki kesulitan belajar. Namun, di sisi lain, riset juga mencatat potensi efek samping: stres, kecemasan, bahkan FOMO (Fear of Missing Out), di mana siswa merasa terputus dari lingkaran sosialnya.

Pembatasan ini akan mengajarkan Gen Z dua hal. Pertama, bahwa tidak setiap informasi harus didapatkan secara instan. Dunia nyata menuntut kesabaran dan fokus, sesuatu yang sering kali terkikis oleh budaya scrolling tanpa henti. Kedua, bahwa interaksi sosial tatap muka adalah keterampilan yang tak tergantikan. Tanpa HP di genggaman, akan menarik untuk melihat apakah obrolan di kantin lebih hidup, atau justru sunyi karena mereka belum terbiasa berbicara tanpa mengetik.

Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada bagaimana sekolah mengelola perubahan. Jika pembatasan dilakukan secara mendadak dan represif, protes pasti akan muncul. Namun, jika diterapkan dengan pendekatan bertahap—melalui diskusi, sosialisasi, dan kebijakan yang fleksibel—siswa dan guru akan lebih mudah beradaptasi.

Kunci utama ada pada evaluasi di bulan Mei. Jika ternyata hasilnya positif—misalnya, peningkatan fokus belajar dan interaksi sosial—maka kebijakan ini mungkin akan diperpanjang atau diterapkan secara permanen. Namun, jika hasilnya justru memicu stres, ketidaknyamanan, atau bahkan “pelarian” dengan penggunaan HP secara sembunyi-sembunyi, maka ada pertanyaan yang perlu dijawab: apakah kita benar-benar mengurangi masalah, atau sekadar mengalihkannya ke bentuk lain?

Pada akhirnya, eksperimen sosial ini bukan sekadar tentang membatasi HP di sekolah. Ini adalah ujian bagi kita semua—guru, siswa, dan pembuat kebijakan—untuk melihat sejauh mana kita bisa menyeimbangkan teknologi dengan kehidupan nyata. Teknologi seharusnya menjadi alat bantu, bukan belenggu yang mengendalikan kita. Dan dalam tiga bulan ke depan, kita akan melihat apakah kita mampu memegang kendali itu.(*)

Berita Terkait

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra
Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat
Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang
Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama
Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025
Dengan Memaafkan Pembuat Meme, Bahlil Itu Visioner
Polisi Tangkap Bjorka di Dunia Tanpa Alamat?
RMD: Lampung Pride Bro

Berita Terkait

Selasa, 9 Desember 2025 - 16:33 WIB

Miskin Nalar DPR: Label “Cuma” untuk Donasi Sumatra

Minggu, 30 November 2025 - 20:46 WIB

Dari Purwokerto ke Era UMi: Sejarah BRI dan Perjalanan Ekonomi Rakyat

Selasa, 25 November 2025 - 20:02 WIB

Memuliakan Guru adalah Investasi Jangka Panjang

Minggu, 9 November 2025 - 21:17 WIB

Redenominasi: Cara Elegan Menjerat Koruptor Tanpa Drama

Jumat, 31 Oktober 2025 - 11:14 WIB

Nol APBD, Bukan Nol Biaya: Beban Senyap Lampung Fest 2025

Berita Terbaru

Lampung

Jembatan Way Kali Nurik Ambruk, BMBK Lampung Gercep Tangani

Kamis, 11 Des 2025 - 18:50 WIB

Lampung

BMBK Lampung Catat 52 Ruas Jalan Rampung Diperbaiki

Kamis, 11 Des 2025 - 18:48 WIB