Pramoedya.id: Studi Kader (KLASIKA) Lampung bersama Komunitas Jaringan Gusdurian Lampung menggelar acara “Membaca Keheningan KH. M. Imam Aziz” di Rumah Ideologi KLASIKA, Bandar Lampung, Jumat (22/8) malam. Acara ini diselenggarakan untuk memperingati 40 hari wafatnya KH. M. Imam Aziz, pendiri Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) dan pengasuh Pesantren Bumi Cendikia Yogyakarta.
Acara ini dirancang sebagai ruang hening dan refleksi atas kiprah dan pemikiran almarhum yang dikenal menginspirasi gerakan intelektual Islam dan aktivisme sosial di Indonesia. Rangkaian kegiatannya meliputi pembacaan Yasin, tahlil, doa bersama, dan diskusi reflektif tentang warisan pemikiran Imam Aziz.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor II UIN Raden Intan Lampung, Prof. Dr. Safari Daud, mengenang Imam Aziz sebagai sosok yang visioner dan sederhana.
“Berpikir besar dan tampilan sederhana adalah dua hal yang melekat pada Mas Imam Aziz,” ujar Prof. Safari. Pemikiran Islam yang beliau gagas mengajarkan kami untuk selalu kritis dan membebaskan akal, namun tetap berpijak pada nilai-nilai keislaman yang tulus,” kata dia melalui rilis pers yang diterima Pramoedya.id, Sabtu (23/8/2025).
Ia menekankan bahwa seorang pemimpin sejati memiliki kegelisahan.
“Kalau pemimpin tidak punya kegelisahan, itu bukan pemimpin. Dia harus gelisah dan harus berbuat apa,” tambahnya.
Anggota DPRD Provinsi Lampung, Fatikhatul Khoiriyah, juga menyampaikan hal senada. Menurutnya, kegelisahan Imam Aziz justru menjadi tanda kepekaan dan keberpihakan kepada masyarakat kecil.
“Mas Imam adalah sosok yang selalu gelisah melihat ketidakadilan. Kegelisahan itu bukan kelemahan, tetapi tanda kepekaan dan keberpihakan kepada mereka yang lemah,” kata Khoir. Ia juga menambahkan bahwa pemikiran Imam Aziz menjadi teladan bagi generasi sekarang dalam membangun nilai dan arah untuk masa depan.
Tokoh Nahdlatul Ulama Lampung, H. Khaidir Bujung, menyoroti kesederhanaan Imam Aziz sebagai ciri khas yang melekat sepanjang hidupnya. “Kiai Imam selalu tampil sederhana, baik dalam keseharian maupun dalam memimpin gerakan. Kesederhanaan itulah yang membuatnya begitu dekat dengan banyak kalangan,” ungkapnya.
Sementara itu, Founder KLASIKA, Chepry Chairuman Hutabarat, mengaitkan pemikiran Imam Aziz dengan filsafat Plato. Ia menjelaskan bahwa Imam Aziz mengajarkan manusia untuk terhubung oleh kepentingan yang berlandaskan kebajikan.
“Mas Imam mengutamakan logistikon akal sehat dalam setiap gerak kemanusiaannya, namun tetap seimbang dengan keberanian dan kesederhanaan. Itulah mengapa kiprah beliau membumi sekaligus bernilai universal,” jelas Chepry.
Chepry juga menyinggung pandangan filsuf Jürgen Habermas, menekankan bahwa bagi Imam Aziz, pengetahuan tidak berhenti pada aspek teknis. Sebaliknya, pengetahuan harus menjadi
“kegelisahan personal yang membebaskan dan memanusiakan,” tutupnya. (Rilis/*)