Pramoedya.id: Ratusan massa dari tiga organisasi asal Lampung akan memadati dua kantor aparat penegak hukum di Jakarta, Rabu, 11 Juni 2025 mendatang.
Mereka menuntut pengusutan tuntas dua kasus yang dianggap mandek yakni dugaan suap dan pencucian uang oleh Sugar Group Companies (SGC), serta penyelewengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia yang menyeret anggota DPR RI.
Tiga elemen itu DPP Akar Lampung, DPP Pematank, dan Keramat Lampung, menggelar aksi damai serentak di Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat izin aksi telah dikantongi dari Polda Metro Jaya sejak sepekan lalu.
“Ini bukan hanya gerakan aktivis. Ini jeritan rakyat Lampung yang sudah bosan melihat kasus besar tak kunjung dituntaskan,” kata Indra Musta’in, Ketua DPP Akar Lampung melalui pernyataan persnya, Minggu (8/6/2025).
Indra menyebut, aksi di Kejagung akan menekan Jaksa Agung untuk menuntaskan penyelidikan dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan pimpinan SGC dalam perkara di Mahkamah Agung.
Massa juga meminta Kejagung memperluas penyidikan terhadap dugaan pengemplangan pajak SGC yang beroperasi di lahan negara seluas lebih dari 100 ribu hektare.
“Sudah saatnya Kejagung menggeledah kantor SGC dan memeriksa seluruh dokumen HGU. Banyak bukti menunjukkan SGC menguasai lahan melebihi izin, termasuk rawa dan lahan desa,” ujarnya.
“Konflik agraria berdarah tahun 2018 itu bukan isapan jempol.”
Indra juga menuding SGC tak memberi kontribusi berarti bagi perekonomian Lampung.
“Delapan puluh persen pekerjanya dari luar daerah, tapi tanah Lampung habis untuk mereka. Rakyat hanya jadi penonton,” ujarnya.
Di sisi lain, DPP Pematank dan Keramat Lampung menyoroti lambannya penanganan kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia oleh KPK.
Ketua DPP Pematank, Suadi Romli, menyebut aliran dana itu dikondisikan oleh anggota DPR RI Komisi XI periode 2019–2024 melalui berbagai yayasan di daerah pemilihannya masing-masing.
“Berdasarkan pengakuan salah satu anggota dewan yang sudah diperiksa, semua anggota Komisi XI tahu dan ikut mengatur,” katanya.
Romli menambahkan, KPK perlu segera memanggil tiga anggota DPR asal Lampung yang diduga ikut menikmati dana CSR tersebut. Dua di antaranya kembali duduk di Komisi XI pada periode 2024–2029, sedangkan satu lainnya kini menjabat sebagai kepala daerah di Lampung.
Ketua DPP Keramat, Sudir, menduga dana CSR BI itu digunakan untuk kepentingan politik pribadi, seperti pengadaan ambulans untuk DPC partai politik dan mesin cetak banner menjelang pilkada.
“Ini bukan sekadar kesalahan administratif. Ini penyelewengan uang negara. Jangan biarkan kasus ini dikubur hanya karena melibatkan elite,” ujar Sudir. Ia meminta KPK tidak hanya fokus pada pihak pemberi, tetapi juga aktor utama di balik distribusi dan realisasi dana tersebut.
Ketiga organisasi sepakat, pengusutan dua kasus ini adalah ujian awal bagi penegak hukum di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Kalau Kejagung bisa tangani kasus timah dan Pertamina, mengapa SGC dibiarkan? Jangan sampai rakyat Lampung anggap APH main mata,” kata Indra.
“Kami akan kawal sampai tuntas,” tutupnya. (Rilis)