Pramoedya.id: Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (DPP AKAR) Lampung mendesak Gubernur Lampung segera mengevaluasi kinerja tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD): PT Lampung Energi Berjaya (LEB), PT Lampung Jasa Utama (LJU), dan PT Wahana Raharja, Selasa (6/5/2025).
Desakan ini muncul menyusul pemberitaan mengenai buruknya kinerja ketiga BUMD tersebut, yang dinilai hanya menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tanpa memberikan kontribusi berarti bagi Provinsi Lampung.
PT LJU dan PT LEB dilaporkan tengah mengalami keterpurukan keuangan, bahkan menunggak gaji karyawan hingga 20 bulan. Sementara itu, PT Wahana Raharja hanya mampu mencetak keuntungan sebesar Rp14 juta, angka yang dinilai sangat minim untuk ukuran sebuah BUMD yang seharusnya menopang ekonomi daerah.
Sejak 2018 hingga 2022, ketiga BUMD ini mencatatkan kerugian beruntun: Rp2,59 miliar (2018), Rp1,56 miliar (2019), Rp2,21 miliar (2020), Rp2,51 miliar (2021), dan Rp1,88 miliar (2022). PT Wahana Raharja sempat membukukan laba pada 2023 sebesar Rp75,48 juta, namun kembali menurun drastis pada 2024 menjadi hanya Rp14,38 juta.
Situasi semakin rumit dengan adanya dugaan kasus korupsi di tubuh PT LEB yang melibatkan jajaran direksi dan hingga kini belum jelas penyelesaiannya secara hukum. Skandal ini juga berdampak pada keterlambatan pembayaran gaji karyawan.
Ketua DPP AKAR Lampung, Indra Musta’in, menilai kondisi tersebut mencerminkan buruknya tata kelola dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap BUMD.
“Kami mendesak Gubernur Lampung untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja PT LEB, PT LJU, dan PT Wahana Raharja. Jika ketiganya tidak mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah, lebih baik dibubarkan saja. Keberadaan mereka hanya membebani APBD dan merugikan masyarakat Lampung,” tegas Indra.
DPP AKAR juga menyoroti suntikan modal dari APBD yang terus digelontorkan kepada BUMD-BUMD tersebut, padahal hasilnya jauh dari memuaskan. Dana itu, menurut mereka, seharusnya bisa dialihkan ke sektor yang lebih produktif dan langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
“BUMD seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah, bukan malah menjadi beban. Jika tidak ada perbaikan signifikan, maka pembubaran adalah solusi terbaik untuk menghentikan kerugian yang terus berulang,” pungkas Indra.
DPP AKAR juga meminta Gubernur Lampung untuk segera memanggil direksi ketiga BUMD tersebut dan meminta pertanggungjawaban atas kinerja mereka. Langkah konkret, baik berupa restrukturisasi menyeluruh maupun pembubaran, harus segera diambil agar penggunaan APBD dapat lebih efektif dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat Lampung.(rls/agis)